MALANG POST – Ramainya pemberitaan terkait larangan anggota DPRD Kota Malang maupun DPRD Provinsi Jawa Timur, terlibat menjadi tim pemenangan di Pilkada 2024 saat ini. Sebelum mengajukan izin cuti kampanye, kemungkinan terjadi karena tidak ada informasi yang jelas dari KPU maupun Bawaslu.
Padahal berdasarkan UU Pilkada nomor 10 tahun 2016 dan UU Pemerintahan Daerah nomor 23 tahun 2014, disebutkan bahwa pejabat daerah, harus izin untuk cuti kampanye, jika ingin terlibat langsung dalam kampanye Pilkada.
“Sejak kampanye dimulai pada 25 September 2024 hingga hari ini, kami belum mendapatkan informasi atau teguran dari KPU maupun Bawaslu. Kami sendiri selain pejabat daerah, juga pejabat politik, yang diperintahkan oleh partai (parpol),” jelas Arif Wahyudi, salah satu anggota DPRD Kota Malang, kepada Malang Post, Rabu (23/10/2024).
Terkait permasalahan tersebut, jelas Arif, bisa jadi KPU masih gamang untuk menyampaikan ke ke anggota DPRD. Sebab sebagai pejabat daerah, yang sekaligus pejabat politik, sudah pasti anggota DPRD juga punya kepentingan untuk mengawal paslon yang diusung partainya.
“Tapi kalau anggota DPRD yang jadi timses atau tim pemenangan, harus minta izin cuti untuk kampanye, kami benar-benar belum mendapat informasi dari KPU maupun Bawaslu.”
“Apalagi kalau dirunut ke belakang, pasti kondisi seperti ini sudah berlangsung lama. Karena hal ini sudah berlangsung sejak Pilpres atau Pileg yang lalu,” tandas politisi PKB ini.
Namun demikian, Arif mengakui sebagai pejabat daerah, pihaknya siap menjalankan amanat UU tersebut. Termasuk mentaati ketentuan dalam setiap peraturan-peraturan.
Sementara itu, praktisi hukum, Abdul Malik, SH.,MH., membenarkan jika sesuai dengan undang-undang, setiap pejabat daerah yang mengikuti kampanye dalam Pemilu, diperlukan izin cuti kampanye.
“Anggota DPRD sebagai pejabat daerah, semestinya sudah bisa memahami kondisi tersebut. Meski di sisi yang lain, sebagai pejabat politik, anggota DPRD juga harus mengawal paslon yang diusung partainya,” sebutnya.
Dalam konteks itulah, Abdul Malik menilai, semua pihak harus membedakan kepentingan masing-masing. Yang harus tetap disesuaikan dengan undang-undang.
Kalau sebagai pejabat daerah, mereka merasa ada ketidaksesuaian pada regulasi yang sudah ditetapkan, bisa dilakukan uji materi.
“Untuk memotret keberadaan DPRD, kami melihat ada dua sisi. Menurut UU 23/2014 adalah pejabat daerah sejajar dengan Wali Kota atau Bupati dalam pemerintahan daerah. Tapi disisi lainnya, anggota DPRD adalah pejabat politik dari partai politik,” imbuhnya.
Terpisah, Kabag Humas DATIN DKPP, Bugi Kurnia Widianto menyatakan, DKPP belum bisa memberikan tanggapan apapun, terkait hal tersebut. Termasuk adanya dugaan pelanggaran Kode Etik bagi penyelenggara pemilu di Kota Malang.
“Sebelum ada laporan atau pengaduan resmi dari masyarakat ke DKPP. Sesuai dengan UU Pemilu nomor 7 tahun 2017, pasal 159 ayat 3 huruf C. Kami akan melaksanakan tupoksi, setelah menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat,” jawab Bugi Kurnia. (Iwan Irawan – Ra Indrata)