MALANG POST – Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, munculnya wabah white feces disease pada litopenaeus vanname, mampu sebabkan penurunan nyata hingga mencapai 40 persen hasil produksi udang. Ini juga berdampak pada turunnya volume eskpor udang vanname sejak tahun 2022.
Melirik kekhawatiran tersebut, tim mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ciptakan inovasi teknologi freeze-dying dalam upaya optimalisasi indiginus bakteriofag sebagai upaya pencegahan dan pengananggulan virus wabah white feces disease pada udang vanname.
Muhammad Zhafif Addimaysqi selaku ketua tim menilai, solusi pemanfaatan antibiotic secara berlebihan yang kerap dilakukan masyarakat dalam mengatasi wabah memiliki beberapa kekurangan.
Antara lain dapat menganggu kestabilan kualitas air. Sehingga dapat menurunkan aktivitas hidup bakteriofag.
Padahal bakteriofag atau faga merupakan virus yang dapat membunuh sel bakteri dalam waktu yang singkat. Sehingga bisa diaplikasikan sebagai biokontrol bakteri pantoghen udang vanname.
“Namun sayangnya, bakteriofag ini rentan mati dan sangat sensitif terhadap lingkungan, mulai karena perubahan suhu, faktor iklim, atau perubahan kandungan PH pada air.”
“Oleh karena itu, faga harus ditumbuhkan ke dalam bidang spesifik untuk mempertahakan hidup mereka. Sehingga, kami menciptakan inovasi teknologi freeze-dying dengan formulasi protetan yang berbeda. Ini memungkinkan peningkatan klaster hidup faga yang bisa mencegah wabah white feces disease terjadi,” sambungnya.
Zhafif, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa teknologi freeze-drying sendiri merupakan teknik pembekuan yang dilakukakn secara cepat melalui teknik sublimasi dalam kondisi vakum.
Terdapat empat formulasi yang digunakan timnya, yaitu diantaranya susu skim, sukrosa, dan PEJ. Menariknya, output dari hasil formulasi tersebut berbentuk bubuk yang pengaplikasiannya dengan cara dicampurkan bersama pakan udang vanname.
“Kami sendiri sudah melakukan uji tantang terhadap udang vanname secara In Vitro dan In Vivo. Lalu, dengan teknologi formulasi yang mudah diaplikasikan ini, dapat menjadi solusi yang efektif bagi para petani budidaya udang vanname untuk mencegah serta menanggulangi wabah white feces disease secara mandiri dengan takaran sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Dalam prosesnya, penelitian dan riset terhadap udang vanname itu dilakukan selama kurun waktu lima bulan untuk mendapatkan hasil formulasi yang optimal. Ia juga mengaku sempat mengalami kesulitan dalam memperoleh literature mengenai indiginus bakteriofag.
Sehingga untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal menghabiskan waktu satu bulan. Meski demikian, Zhafif sangat berterimakasih pada UMM yang telah memberikan dukungan, motivasi, wadah, dan bantuan finansial dalam menjalankan aktivitas ini.
“Alhamdulillah, riset kami ini juga berhasil lolos ke Pimnas 2024 dan akan bersaing dengan mahasiswa lain se-Indonesia. Saya berharap riset kami ini bisa dikembangkan lagi dan bisa disempurnakan.”
“Selain itu, saya juga berharap nantinya akaan ada sosialisasi tentang inovasi produk freeze-drying ini kepada masyarakat,” katanya. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)