MALANG POST – Nikmat membawa sengsara. Itulah yang dirasakan dua sejoli dimabuk asmara, si wanita inisial DR, 20 tahun, dan sang pacar RN, 19 tahun.
Sejoli yang bukan muhrim itu kini berurusan dengan kepolisian. Gara-garanya melakukan aborsi saat janin dalam kandungan DR berusia 11 minggu.
DR warga Desa Candi Binangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman dan RN asal Desa Ngasem, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang. Mereka bekerja di sebuah hotel di Batu
Ulah kedua sejoli ini terungkap pada 3 September 2024 lalu atas laporan warga kepada petugas Satreskrim Polres Batu.
Proses aborsi dilakukan di kamar hotel tempat mereka bekerja. “Saat dilakukan aborsi bentuknya berupa gumpalan,” tutur Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata, Selasa (17/9/2024).
Cinta kasih kedua sejoli ini berseni sejak Oktober 2023 lalu. Pada Juni 2024, hubungan semakin intim dan layaknya suami-istri.
Setelah melakukan perbuatan tersebut, DR tidak kunjung datang bulan. Lalu dilakukan pemeriksaan ke bidan dan dokter kandungan. Ternyata sudah tumbuh janin.
Akhir kata, pasangan ini sepakat untuk mengugurkan kandungan. Awalnya meminum obat misoprostol. Obat tersebut dibeli DR dan RN pada 8 Juli melalui Tik Tok dengan harga Rp 1,3 Juta.
Selanjutnya pada 9 Juli obat diminum DR dengan dosis 3×1, selama tiga hari. Namun hanya berefek kram perut dan flek.
Setelah itu, pada 11 Juli 2024 DR diantar RN melakukan pemeriksaan kandungan. Hasilnya kandungan sudah berbentuk kantong.
Lalu pada 1 Agustus 2024, DR membeli obat lagi seharga Rp1,4 juta dan mendapatkan misoprostol 10 butir. Dengan rincian M kapsul enam butir dan obat anti nyeri dua jenis.
Kemudian pada Senin, 2 September 2024 sekira pukul 20.00 WIB, DR kembali meminum obat sebanyak delapan butir sekaligus dan memasukkan dua butir obat kedalam alat kelaminnya.
Akibatnya, DR mengalami kontraksi sehingga mengeluarkan janin dalam kondisi meninggal dunia.
Pada Selasa, 3 September 2024 sekitar 12.00 WIB, DR merasakan ketuban pecah, namun tidak merasakan kram perut.
DR tetap berangkat kerja ke hotel, lalu sekira pukul 14.30 WIB, ia tiba di tempat kerja dan pukul 14.47 WIB mengalami pendarahan di toilet hotel.
Selanjutnya DR mengeluarkan gumpalan besar tertutup darah. Dalam ilmu kedokteran, gumpalan itu adalah janin.
Janin tersebut ditaruh di kabinet belakang toilet diberi alas tisu dan difoto tujuannya untuk memberi tahu RN. Lalu janin dibuang ke kloset. Setelah itu DR kembali bekerja.
Pada hari Rabu, 4 September 2024 perut DR sakit dan pendarahan akhirnya pukul 20.00 WIB dilarikan ke rumah sakit. Di rumah sakit inilah DR mengaku jika mengalami keguguran dan janin sudah dikubur.
Selanjutnya, pada Kamis, 5 September 2024, DR menjalani operasi pengambilan sisa-sisa darah janin dalam kandungan. Sekira pukul 17.00 WIB, DR dibolehkan pulang dengan membawa plasenta.
Jumat, 6 September 2024 sekira pukul 23.00 WIB, DR dan RN mengubur plasenta di taman bunga milik warga dengan menggunakan satu buah centong kayu warna coklat, selanjutnya satu buah gendok dibuang di tempat sampah berwarna biru.
Pada Sabtu 7 September sekira pukul 08.00 WIB, warga menemukan sebuah gendok berisi darah di dalam tong sampah warna biru.
Sekira pukul 21.00 WIB, petugas kepolisian mengamankan DR dan RN dan langsung dibawa ke Polres Batu.
“Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut, DR dan RN dijerat menggunakan Pasal 77A undang-undang perlindungan anak, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun,” tutup kapolres. (Ananto Wibowo)