
MALANG POST – Satuan Reskrim dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Malang, Jumat (13/9) siang, menggelar jumpa pers terkait pengeroyokan oknum dari Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT PM). Terungkap jika korban dikeroyok 2 kali hingga kemudian meninggal dunia.
Kamis (12/9) pukul 06.30 WIB, korban ASA (17) warga Jalan Pertamanan, Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang meninggal dunia usai dirawat 6 hari sejak Jumat (6/9) lalu. Kasus ini kemudian dilaporkan ke PPA Polres Malang.
Sebanyak 10 pemuda diamankan, 6 laki-laki masih di bawah umur. Penyidikan dan penyelidikan terkait perkara ini masih terus berjalan. Kemarin siang, sejumlah barang bukti pun ditunjukkan termasuk seragam.
“Ada dua lokasi, waktu berbeda. Kami dalami saksi. Dari pengembangan penyidikan, kami hadirkan 4 TSK, dewasa disamping itu, ada 6 lain masih di bawah umur, ” papar Wakapolres Malang, Kompol Imam Mustolih.
Pengeroyokan pertama melibatkan, 2 pelaku dewasa dan 3 anak di bawah umur, Rabu (4/9) pukul 22.00 WIB di jalan raya Sumbernyolo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Kejadian kedua, Jumat (6/9) pukul 23.00 WIB, Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Saat itu, pengeroyokan melibatkan 2 pelaku dewasa dan 6 anak di bawah umur.

Para tersangka yang terlibat kejadian pertama diantaranya, Ragil (19) warga Mojosari Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Ahmad Efendi aliad Somad (20) warga Ngenep Karangploso serta MAS (17), RAF (17) dan VM (16).
Terlibat kejadian kedua, yaitu tersangka Iman Cahyo (25) warga Tulungrejo Bumiaji, Kota Batu, M Andika alias Dika (19) warga Mojosari Ngenep Karangploso. Lima lain masih dibawah umur berinisial RH (15), VM (16), RAF (17) dan RFP (17).
Dampak pukulan aksi keroyokan ini, korban sempat dirawat di Klinik, RS Prasetya Husada (2 hari) kemudian dirujuk ke RST Soepraoen Kota Malang.
“Hasil visum et repertum, dirawat 6 hari. Kemarin, korban meninggal dunia. Dari beberapa keterangan saksi, diakibatkan karena pendarahan otak dan kerusakan bagian otak juga memar di paru-paru, ” sebut Imam.
Usai terima laporan, Polsek Karangploso dan Polres Malang sigap mengamankan para pelaku. Dari sekian barang bukti, ada sebongkah paving turut jadi barang bukti. Menurut Kasat Reskrim, AKP Muchamad Nur, dalam proses pemeriksaan, ada yang mengakui menggunakannya (paving).
Lebih detail dijelaskan AKP M Nur, bermula korban mengupload status Whatsapp (memakai kaos PSHT) kisaran Agustus. Hingga salah satu pelaku menanyakan maksud korban. Bertemu pelaku, korban ditanyai dan disuruh membuat klarifikasi pakai video.
“Kasus ini terjadi karena korban mengaku-ngaku sebagai warga PSHT. Padahal bukan. Sempat ditanyai dan keroyok di dua lokasi berbeda. Penyidikan masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan tsk akan bertambah, ” papar Imam.
Terkait kasus ini, Imam Mustolih mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kepedulian, sense of belonging bahwa keamanan adalah kebutuhan bersama. Para orangtua, agar perhatian pada putra-putranya.
Dijerat Pasal 80 ayat (3) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun kurungan penjara. (Santoso FN)