MALANG POST – Puluhan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Jalan Sultan Agung Kota Batu resah. Ini seiring terbitnya surat pemberitahuan dari Satpol PP Kota Batu, dimana PKL-PKL tersebut tak lagi boleh berdagang dikawasan itu.
Dalam surat pemberitahuan itu, PKL harus segera membongkar kios-kiosnya paling lambat 27 September 2024. Dengan adanya pemberitahuan itu, puluhan PKL kompak ogah membongkar kios-kiosnya, sebelum ada solusi apik dari Pemkot Batu.
Menurut Wakil Ketua Paguyuban PKL Among Roso, Gianto, PKL-PKL di kawasan Jalan Sultan Agung tidaklah melanggar Perda. Sebab seluruh bangunan kios semi permanen itu tidak berada di atas fasilitas umum (fasum).
“Kami bangun kios di belakang trotoar. Kami juga tidak mengganggu hak-hak pejalan kaki,” tutur Gianto, Kamis (5/9/2024).
Sebelum terbitnya surat edaran tersebut, dua pekan lalu Gianto mengaku jika pihaknya telah diajak koordinasi bersama Satpol PP Kota Batu dan stakeholder terkait lainnya. Dari hasil koordinasi itu, ternyata tidak ada solusi maupun titik temu.
“Pemerintah terkesan memaksa dan tidak memberi solusi. Kami berdagang di kawasan ini sudah 12 tahun lamanya. Kami ini warga asli Kota Batu, cari makan di Kota Batu tapi pemerintah tidak ada perhatian untuk kami,” tuturnya.
Gianto mengisahkan, dari keuntungan berjualan yang tak seberapa besar, PKL-PKL di kawasan itu bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.
“Hadirnya Perda di Kota Batu kami menyetujui. Tapi untuk masalah kehidupan tolong juga dipikirkan. Dengan adanya perintah pengosongan ini tentunya kami sangat keberatan,” tuturnya.
DIKOSONGKAN: PKL-PKL di kawasan Jalan Sultan Agung Kota Batu ogah mengosongkan kiosnya meski hendak digusur sebelum adanya titik temu yang sama-sama menguntungkan. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, penggusuran itu dilakukan karena ada sebuah proyek pembangunan drainase. Satpol PP melakukan penggusuran mengacu pada Perda Kota Batu nomor 6 Tahun 2021 tentang penataan dan pemberdayaan PKL.
“Kalau memang ada proyek, kami ingin bertanya kepada mereka apakah setelah proyek selesai kami boleh menempati lokasi ini lagi. Atau kami akan dilakukan relokasi ke tempat lain,” katanya.
Di kawasan tersebut, total ada sekitar 40 PKL yang berasal dari sejumlah paguyuban. Dengan adanya pemberitahuan itu, mereka juga memohon bantuan kepada DPRD Kota Batu sebagai penyambung lidah.
“Jika tidak ada titik temu, maka Pemkot Batu menciptakan suasana yang tidak bagus dan situasi yang tidak kondusif. Seolah-olah Pemkot Batu hanya melindungi pedagang besar saja, sedangkan yang kecil ditindas,” tuturnya.
Lebih lanjut, Gianto juga menceritakan masa kepemimpinan Wali Kota, Alm Eddy Rumpoko dulu. Dimana saat kepemimpinan itu tidak ada penggusuran PKL walaupun ada proyek besar maupun kecil.
“Mengutip perkataan Pak ER dulu, dari PKL ini akan lahir generasi penerus bangsa. Anaknya bisa sekolah, kemudian bisa jadi pejabat, pengusaha, TNI- Polri dan lainnya. Karena itu sebesar apapun proyeknya, Pak ER tidak akan menggusur PKL,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua RW 14 Kelurahan Ngaglik, Fatoni menambahkan, jika di kawasan Jalan Sultan Agung PKL digusur, maka untuk penyama rataan PKL bunga yang ada di kawasan Jalan Sidomulyo juga harus digusur. Dia melihat PKL dikawasan itu sangat melanggar karena sudah menggunakan trotoar.
“Ini memang inisiatif RW kami, yang mau berjualan silahkan, tujuannya sederhana agar ekonomi bergerak. Kami tidak melanggar fasum, bangunan berdiri di belakang fasum,” tuturnya.
Menurut Fatoni, apabila benar ada proyek pembenahan drainase dari Pemprov Jatim di kawasan itu, hal tersebut merupakan hal yang mubazir. Sebab dikawasan itu tidak pernah banjir.
“Karena itu, kami tidak setuju jika ada penggusuran. Warga asli Kota Batu cari makan dirumahnya sendiri tapi diusir,” imbuhnya. (Ananto Wibowo)