MALANG POST – Kabupaten Boyolali terkenal dengan julukan kota susu karena melimpahnya peternak sapi, baik perah maupun pedaging. Di sisi lain permasalahan lingkungan juga menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali.
Melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Boyolali, pengolahan limbah kotoran sapi dengan anaerobic digestion (AD) menjadi program kerja tahunan sejak tahun 1990-an.
Hingga kini telah terbangun sekitar 160 digester biogas yang tersebar di Kabupaten Boyolali.
Keseriusan ini ditindaklanjuti melalui jalinan kerjasama dengan akademisi untuk membantu mengatasi permasalahan lingkungan. Program Dana Padanan (PDP) 2024 menjadi langkah awal bagi Kabupaten Boyolali (yang diwakili oleh DLH) untuk tetap berinovasi dalam pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas.
Kerja sama antara Universitas Brawijaya (UB), DLH Kabupaten Boyolali, dan Universitas Boyolali (UBY) dalam PDP 2024 menjadi langkah awal yang baik bagi semua belah pihak.
Inovasi yang diajukan berangkat dari permasalahan lingkungan di Kabupaten Boyolali, berupa maraknya kotoran sapi.
Jalinan kerjasama yang diketuai oleh Prof. Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt. PhD. (UB) akan memberikan inovasi kemudahan dalam operasional digester dan konversi biogas menjadi listrik untuk upaya pengolahan limbah berbasis sirkular ekonomi.
Sebagai langkah awal, pada 26-27 Juni 2024 UB bersama dengan UBY (yang diwakili oleh Aris Budi Prasetyo, S.Pt., M.Pt.) dan DLH melakukan survey untuk mendata kinerja digester biogas di Kabupaten Boyolali.
Kecamatan yang dituju adalah Selo dan Cepogo. Selain itu, tim UB dan UBY juga melakukan sosialisasi awal bagi para peternak yang memiliki digester biogas dan bagi masyarakat yang tertarik memiliki digester biogas.
OLAH LIMBAH: Kerja sama antara Universitas Brawijaya (UB), DLH Kabupaten Boyolali, dan Universitas Boyolali (UBY) dalam PDP 2024 yaitu pengolaan limbah kotoran sapi konversi menjadi biogas menjadi listrik. (Foto: Istimewa)
Dihadiri oleh 42 masyarakat dari Kecamatan Selo dan Cepogo, sosialisasi mengangkat topi mengenai pembuatan dan operasional biogas.
“Biogas dari digester 1 m3 setara dengan ½ kg tabung LPG”, tutur Prof. Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt. PhD.
Prof. Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr, juga menambahkan “Dalam 1 m3 biogas dapat menyalakan lampu 600 W selama 7 jam”.
Di sisi lain, kepala DLH Kabupaten Boyolali, Bapak Suraji, ST. MSi juga menegaskan bahwa program pengembangan dan pembangunan digester biogas ini merupakan salah satu prioritas utama DLH untuk mengatasi masalah limbah kotoran ternak sapi.
Ia juga menyampaikan bahwa “DLH Kabupaten Boyolali berkomitmen tinggi untuk meningkatkan kinerja dan kualitas lingkungan hidup melalui kerjasama antara UB, UBY, dan masyarakat melalui pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas dan biofertilizer”
Melalui program ini DLH Kabupaten Boyolali berharap dapat membantu masyarakat dalam pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas untuk memasak ataupun listrik, serta pemberdayaan ibu-ibu PKK dalam memanfaatkan residu biogas menjadi pupuk organik.
Kemudian pada tanggal 4-5 Juli 2024 tim PDP UB, DLH Kabupaten Boyolali, dan UBY kembali blusukan untuk mendata kinerja digester biogas yang telah dibangun oleh DLH pada 2023 silam. Target survey kali ini terletak di Kecamatan Tamansari, Musuk, dan Mejosongo.
Pada kesempatan kali ini, Prof. Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt., PhD (UB) bersama dengan DLH Kabupaten Boyolali, dan Aris Budi Prasetyo, S.Pt., M.Pt (UBY) mendatangi 5 digester hasil pembangunan DLH pada 2023 silam yang tersebar di Kecamatan Tamansari, Musuk, dan Mejosongo.
Peternak sapi di ketiga kecamatan tersebut memiliki jumlah sapi yang relative banyak, bahkan hingga 19 ekor sapi. Ini sebanding dengan potensi kotoran sapi untuk menjadi biogas sebagai bahan bakar kompor ataupun listrik.
Di lokasi ini akan dilakukan kegiatan upgrading digester biogas sehingga produksi biogas dan pemanfaatan residu organiknya dapat lebih optimal. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)