MALANG POST – Wilayah Kabupaten Malang, memiliki 33 kecamatan. Secara kebetulan juga, untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, pada November 2024 mendatang, ada 33 indikator kerawanan yang berhasil dipetakan.
Karena itulah, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Malang, merasa perlu untuk menggelar sosialisasi terkait Pemetaan Kerawanan Pemilihan 2024 Kabupaten Malang. Digelar di Hotel Miami, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Minggu (18/8/2024).
Ketua Bawaslu Kabupaten Malang, Muhammad Wahyudi menegaskan, launching peta kerawanan ini, tidak dilakukan pada kecamatan tertentu. Melainkan secara umum di wilayah Kabupaten Malang.
“Kita launching peta kerawanan ini, agar kita bersama-sama selalu waspada. Serta mengantisipasi agar tidak terjadi potensi pelanggaran.”
“Rawan bukan artinya, posisi ini tidak menjadi genting. Namun rawan untuk diantisipasi dan nanti kita sama-sama perlu mewaspadai,” katanya.
Dalam konteks ini, tambahnya, Bawaslu Kabupaten Malang melakukan upaya pencegahan dengan mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan pada Pemilu 2024 silam.
Yakni dengan melakukan pengumpulan data awal, yang diperoleh dari Panwaslu Kecamatan di wilayah Kabupaten Malang.
“Data itu mencakup berbagai kejadian sejak tahap pendaftaran peserta Pemilu, hingga rekapitulasi di tingkat kecamatan. Data ini sangat penting sebagai bahan evaluasi dan analisis yang kemudian disusun menjadi Laporan Indeks Kerawanan untuk Pemilihan Serentak 2024,” sebutnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kabupaten Malang, Muhamad Hazairin menambahkan, munculnya angka 33 indikator tersebut, lebih tinggi dibanding saat Pileg dan Pilpres pada 14 Februari 2024.
Dalam kontestasi pemilu ketika itu, Bawaslu memetakan 20 indikator. Kemudian setelah selesai dan kembali dipetakan. Hasilnya menjadi 25 dengan ada tambahan delapan indikator lainnya.
Ke delapan indikator tambahan itu diantaranya, surat suara yang kurang pada pemilu/pilkada, perusakan Alat Peraga Kampanye (APK), logistik selain surat suara yang kurang pada pemilu/pilkada dan adanya pemilih yang terdapat pada DP4 tapi bukan penduduk setempat.
“Kemudian juga adanya pemilih disabilitas yang tidak tercatat/tidak ingin dicatat sebagai disabilitas, penggunaan fasilitas negara dalam kampanye calon tertentu, adanya pemilih yang tidak ingin terdaftar sebagai pemilih dan adanya intimidasi terhadap pelapor pelanggaran pemilu/pilkada,” sebutnya.
Sedangkan dalam metode pemetaan tersebut, Bawaslu Kabupaten Malang menggunakan tiga metode. Mulai dari identifikasi atau pengumpulan data, yang bersumber dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
“Kemudian melakukan tabulasi terhadap peristiwa yang muncul saat tahapan Pemilu 2024. Sejak tahapan pendaftaran peserta hingga rekapitulasi,” tandasnya.
Hingga kemudian, lanjut Hazairin, muncul tiga kategori kerawanan. Yakni rendah, dengan indikator imbauan memilih calon tertentu dari pemerintah daerah, penduduk potensial tetapi tidak memiliki KTP elektronik dan perlengkapan pemungutan suara yang tak sesuai ketentuan.
Lalu untuk kategori sedang, seperti konflik antarpendukung pasangan calon, adanya pemilih tambahan yang melebihi dua persen surat suara cadangan dan intimidasi terhadap pelapor pelanggaran pemilihan.
“Sementara yang kategori tinggi, seperti money politics, netralitas ASN, TNI dan Polri. Termasuk juga diantaranya adalah adanya pemilih ganda dalam daftar pemilih,” jelas Hazairin. (Ra Indrata)