MALANG POST – Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 secara tegas ditolak DPRD Kota Batu utamanya Fraksi PDIP.
PP ini merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Poin yang paling banyak diperdebatkan adalah Pasal 103 ayat (4) yang mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Anggota Fraksi PDIP DPRD Kota Batu, Khamim Thohari menyatakan, secara tegas pihaknya menolak kebijakan tersebut. Menurutnya PP ini bertentangan dengan ideologi bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, terutama yang berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Terus terang saya menolak, karena ini bertentangan dengan ideologi bangsa yang menjunjung tinggi agama berasaskan Ketuhanan Maha Esa,” tegas Khamim, Selasa, (13/8/2024).
Dia menambahkan, pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar, dapat disalahartikan sebagai upaya untuk mengadopsi budaya barat, yang cenderung lebih permisif terhadap hubungan seksual di usia muda.
“Jika dicermati ini seperti mengikuti budaya orang barat. Dimana mereka cenderung lebih permisif terhadap hubungan seksual di usia muda. Tapi yang jelas, seperti apapun mekanismenya yang akan diterapkan, kami tetap tidak setuju,” tegasnya.
Pihaknya khawatir, jika ketentuan ini diartikan sebagai dukungan terhadap hubungan seksual di kalangan pelajar. Selama mereka dilindungi dari resiko penularan HIV dan penyakit menular seksual lainnya.
“Dengan PP ini, dikhawatirkan disalahartikan bahwa negara ini menjadi permisif atau mengizinkan hubungan seksual di antara anak sekolah selama suka sama suka dan selama tercegah dari HIV. Tentunya, Pemerintah harus mendalami lebih lanjut. Jangan sampai pemberian ini malah memberikan izin,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua MUI Kota Batu, Nurbani Yusuf menjelaskan, munculnya PP tersebut dimungkinkan untuk menjaga kesehatan agar tetap terlindungi, dari berbagai penyakit akibat hubungan bebas. Tetapi juga sekaligus memberi peluang, bahkan legalisasi hubungan seks di kalangan pelajar.
“Sebenarnya ada cara terbaik. Dengan memberi edukasi kepada pelajar, betapa bahayanya hubungan bebas. Bukan malah memberi mereka alat kontrasepsi,” tutur Nurbani.
Menurutnya, pemberian alat kontrasepsi kepada siswa sangat tidak layak dan tidak etis. Dia menegaskan, bahwa hal tersebut berlawanan dengan nilai-nilai Pancasila. Terutama sila pertama sebagai bangsa yang beragama.
“Terlebih pelajar belum dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang hubungan seks,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Nurbani juga menguraikan, fenomena kenakalan pelajar memang ada. Namun tidak semua Pelajar melakukan kenakalan tersebut. Idealnya remaja yang nakal itu yang dilokalisir dan diberi pembinaan. Bukan malah yang baik-baik disasar diberikan alat kontrasepsi.
“Berapa sih pelajar yang mau melakukan hubungan seks. Kenapa digeneralisasi semua dikasih,” ujarnya.
Disisi lain Nurbani berharap, kepada orang tua agar lebih hati hati dan waspada terhadap pergaulan anak baik di sekolah maupun di rumah. Termasuk meningkatkan kualitas hubungan dengan keluarga terutama anak.
Jika terjalin kedekatan dengan orang tua, maka komunikasi yang baik akan ada antara anak dan orang tua. Sehingga apapun kegiatan anak saat diluar rumah dapat terpantau.
“MUI Batu tegak lurus dengan kebijakan MUI pusat untuk menolak PP 28 tahun 2024,” tutupnya. (Ananto Wibowo)