
MALANG POST – Ibu-ibu rumah tangga kini bisa memperoleh pemasukan baru. Jika biasanya mereka membuang begitu saja minyak jelantah bekas penggorengan. Mulai saat ini, mereka bisa mengumpulkan minyak jelantah untuk dijadikan barang yang bernilai ekonomis.
Selain jadi pemasukan baru, mengumpulkan minyak jelantah untuk diolah dan dimanfaatkan kembali menjadi Bioavtur. Dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan rusaknya kualitas air dan tanah akibat minyak jelantah.
Berdasar data yang dihimpun, konsumsi minyak jelantah ditingkat rumah tangga, rata-rata mencapai 11,34 liter per minggu. Selain itu, usaha ultra mikro juga turut menyumbang timbulan minyak jelantah. Jika limbah tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, maka akan mencemari lingkungan.
Menyikapi fenomena tersebut, Amartha bersama dengan Green Energi Utama (GEU) meluncurkan program ‘Gerakan Konversi Minyak Jelantah untuk Bioavtur’. Program ini mengajak Ibu Mitra Amartha berpartisipasi dalam proses daur ulang minyak jelantah yang akan diolah menjadi bioavtur, atau bahan bakar pesawat.
Head of Impact and Sustainability Amartha, Katrina Inandia menyatakan, melalui kolaborasi inklusif ini, pihaknya ingin menciptakan kesetimbangan antara peningkatan kesejahteraan masyarakat akar rumput dengan semangat pelestarian lingkungan. Dengan memberikan manfaat ekonomi langsung bagi para Ibu Mitra Amartha dan keluarganya.
“Karena awalnya untuk kesejahteraan, maka kami masuk untuk kesejahteraan lebih dulu. Kami beri edukasi mereka bahwa minyak jelantah tetap memiliki nilai ekonomis. Dimana yang biasanya dibuang ke tanah atau selokan, ternyata punya nilai ekonomis,” tuturnya usai peluncuran program tersebut di Kota Batu, Jumat, (26/7/2024).

Dia menambahkan, dengan tidak lagi membuang jelantah ke selokan. Maka secara tidak langsung ibu-ibu sudah membantu merawat lingkungan, mengurangi polusi tanah dan air. Serta berkontribusi dalam pembuatan bahan bakar pesawat.
“Setelah dari ibu-ibu, minyak jelantah ini akan ditampung oleh GEU. Kemudian akan diproses menjadi bahan bakar pesawat yang berkelanjutan,” tuturnya.
Menurutnya, gerakan seperti ini belum banyak dilakukan. Kapan lagi ada gerakan dari dapur menjadi Bioavtur. Karena itu, pihaknya ingin memulai gerakan ini bersama 2 juta ibu-ibu mitra se-Indonesia.
“Di fase satu ini kami start 20 ribu liter pertama dari wilayah Jawa-Bali. Kemudian 1 juta liter minyak jelantah terkonversi di Tahun 2025,” imbuhnya.
Strategi keberhasilan gerakan ini menggunakan pendekatan berbasis komunitas. Dengan model bisnis group-based lending, Amartha telah memiliki kelompok ibu mitra yang sudah membentuk satu komunitas sendiri, yaitu Kelompok Majelis.
Sebagai layanan keuangan digital inklusif yang berfokus pada masyarakat akar rumput. Amartha senantiasa berkomitmen menerapkan sistem bisnis yang berkelanjutan meliputi implementasi berbagai program berbasis prinsip Environmental Social Governance (ESG) yang baik.
“Kami menyadari, bahwa peningkatan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan. Harus berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Sebab tidak ada gunanya jika meningkatkan ekonomi terus, tapi lingkungan tidak terjaga,” tuturnya.
Karena itu, dalam hal pengembangan ekonomi, pihaknya selalu mencari program-program yang mencakup keduanya. Yakni lingkungan tetap terjaga dan perekonomian naik.
“Malang Raya menjadi pilot project. Melalui program ini, kami menargetkan keuntungan ekonomi bagi Ibu Mitra dan keluarga dengan total insentif kurang lebih mencapai Rp5 miliar, yang dihasilkan dari konversi minyak jelantah secara nasional,” ujarnya.
CEO Green TechSolusi Utama, Amrullah Tahad menambahkan, dari keberadaan 2 juta Ibu Mitra Amartha dengan target 1 juta liter minyak jelantah, merupakan sebuah gerakan yang menarik. Terlebih Amartha merupakan sebuah perusahaan yang menjaga kesinambungan dengan lingkungan.
“Kami fokus pada pengumpulan minyak jelantah. Dalam pengolahan menjadi Bioavtur, kami berpartner dengan perusahaan luar negeri. Selain itu, kami juga tengah mencari partner perusahaan di Indonesia,” katanya.
Melalui gerakan itu, pihaknya berharap dapat memperoleh suplay bahan baku Bioavtur yang lebih besar. Dimana sebelumnya, pihaknya hanya memperoleh suplay dari hotel, restoran dan cafe.
Diperkirakan terdapat 2 juta ton minyak jelantah tersebar di Indonesia dari 11 juta ton minyak baru. Namun minyak jelantah tersebut belum terkumpul secara maksimal.
“Saat ini yang terkumpul masih ratusan ribu ton minyak jelantah. Sekitar 200-300 ribu ton per tahun,” ungkapnya.
Dengan menargetkan 1 juta liter pengumpulan minyak jelantah dan tingkat konversi mencapai 85 persen. Maka dari 1 liter minyak jelantah dapat menghasilkan 0,85 liter Bioavtur.
“Program ini akan menghasilkan dampak yang signifikan, dalam menekan jejak emisi karbon industri aviasi karena dapat menghemat 1 kilogram emisi karbon dari setiap uraian 1 liter minyak jelantah,” tutupnya. (Ananto Wibowo)