
PENCERAHAN: Suasana workshop model pelibatan tokoh agama untuk pencegahan dan perkara pinjaman online ilegal di Malang Raya. (Foto: M. Abd. Rahman Rozzi/Malang Post)
MALANG POST – Gaya hidup konsumtif. Ketika kondisi perekonomian, pasca pandemi belum sepenuhnya pulih. Pinjaman online (pinjol) pun kian marak. Yang tentu berdampak buruk pada siapapun.
Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (Persada UB) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Kota Malang, secara khusus menyoroti kondisi tersebut. Lewat sebuah Workshop Pinjaman Online (Pinjol) 2024.
Menggandeng Lembaga Penyuluhan serta Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Kota Malang, workshop itu bertajuk: “Model Pelibatan Tokoh Agama Untuk Pencegahan dan Perkara Pinjaman Online Ilegal di Malang Raya”. Berlangsung Sabtu (13/7/2024) kemarin.
Fahrizal Affandy, Dosen FH-UB, sekaligus pencetus program Doktor Mengabdi mengatakan, workshop itu dilatarbelakangi banyaknya korban pinjol. Bahkan ada yang sampai bunuh diri, akibat teror debt collector. Sehingga penting dilakukan sosialiasi dengan melibatkan tokoh agama.
“Kita berpikir, undang-undang banyak. Tapi kurang tersosialisasi dengan baik. Mungkin lewat tokoh agama, kita berharap dalam kotbah saat tahlilan atau di gereja, bisa menyampaikan pentingnya menjaga data pribadi. Jangan sampai kejadian seperti di Jakarta beberapa waktu lalu, ada yang dipinjam KTP-nya untuk pinjol,” katanya.

PENGAGAS: Fahrizal Affandy (kiri), dosen FH-UB sekaligus pencetus program Doktor Mengabdi workshop pinjaman online. (Foto: M. Abd. Rahman Rozzi/Malang Post)
Pinjol, katanya, menawarkan kemudahan dalam proses pengajuan dengan syarat yang minimalis. Cukup KTP dan nomor telepon.
Namun kemudahan ini, seringkali diikuti dengan suku bunga yang sangat tinggi. Mencapai 0,4 persen per hari atau setara dengan 146 persen per tahun.
“Pinjol banyak menyasar masyarakat menengah ke bawah. Algoritmanya mirip dengan judi online.”
“Jadi kadang kalau kita buka medsos, itu kan iklan masuk. Itu menggoda untuk diklik. Sehingga pembekalan literasi soal bahaya pinjol sangat perlu dilakukan,” katanya.
Jika tidak dibekali pemahaman literasi soal bahayanya mengklik sembarangan, imbuh Fahrizal, ditakutkan akan terjembab dan tidak bisa bayar. Apalagi cara menagihnya kejam. Data pribadi disebar, diteror dan lainnya.
“Sejauh ini belum banyak pemuka agama, yang menyuarakan pentingnya literasi soal pinjol,” imbuhnya.
Sementara itu, Dr. Halimi Zuhdy, Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) Kota Malang, menuturkan, mayoritas yang melakukan pinjol, digunakan untuk kebutuhan yang berlebihan, gaya hidup dan kebutuhan sekunder lainnya. Bahkan untuk judi online.
Sehingga diperlukan peran tokoh agama, untuk memberikan pemahaman. Tidak hanya soal Qanaah, bersyukur dan bahaya pinjol. Namun juga memberikan pemahaman, mereka yang terus melakukan pinjol, terutama yang ilegal, akan berakibat bahaya.
“Bahayanya tidak hanya bahaya sosial. Seperti dipermalukan di medsos, juga DC yang menggunakan kekerasan.”
“Tidak ada orang yang pinjam, kemudian tidak ditagih. Apalagi ilegal. Pasti akan ditagih sampai kapanpun dan hidupnya tidak akan tenang.”
“Maka peran tokoh agama, adalah selalu memberikan pemahaman dan penyadaran kepada masyarakat soal pentingnya hidup sederhana,” katanya. (M. Abd. Rahman Rozzi)