
MALANG POST – Minimnya pengawasan dari pemerintah, membuat diskriminasi perempuan di tempat kerja kerap terjadi. Utamanya terkait implementasi undang undang ketenagakerjaan di setiap perusahaan.
Hal itu disampaikan Sekjen Komite Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia, Fatkhur Khoir, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (8/6/2024) kemarin.
Menurut Fathkur, masih banyak perusahaan yang tidak memberikan hak pekerja perempuan. Salah satunya minimnya implementasi pemberian cuti haid.
Maka dari itu Fatkhur mengimbau, agar para pekerja khususnya perempuan harus berserikat. Untuk memahami persoalan ketenagakerjaan dan pemahaman soal advokasi.
“Kondisi saat ini, angkatan kerja dan lapangan pekerjaan relatif tidak seimbang. Karena faktor pendidikan dan masa tunggu kerja. Sehingga tingkat sumber daya yang lemah, menjadikan banyak pekerja mendapat diskriminasi,” jelasnya.
Salah satu contohnya, kata Fatkhur, ketika penandatanganan kontrak, banyak buruh yang dipaksa langsung tanda tangan. Tanpa memahami dengan seksama soal kontrak dan hak-hak pekerja.
Sementara itu, Kaprodi Sosiologi FISIP UMM, Luluk Dwi Kumalasari menambahkan, biasanya para fresh graduate kurang teliti dalam menganalisa pekerjaan yang akan digeluti. Maupun analisa kontrak kerja setelah interview.
“Pemahaman soal kontrak itu merupakan poin penting, untuk menghindari adanya tindak diskriminasi. Mulai dari beban kerja yang tidak sesuai, hingga hilangnya hak-hak pekerja yang harus didapatkan,” katanya.
Luluk juga menegaskan, lingkungan kerja yang berkeadilan dan kondusif harus diciptakan. Serta para buruh juga wajib mendapatkan support dan pengawasan. (Yolanda Oktaviani – Ra Indrata)