
MALANG POST – Warga Desa Sumberejo, Kecamatan Batu, Kota Batu menggelar aksi damai Minggu, (2/5/2024). Aksi damai itu dilakukan untuk mempertahankan fasilitas umum (fasum) desa berupa tanah lapang, yang diklaim milik perorangan setelah melakukan pembelian oleh pihak ke tiga.
Tanah lapangan itu berada di Jalan Indragiri 14, Dusun Sumbersari. Selain menyampaikan sejumlah orasi, dalam aksi itu, warga juga memasang banner berisikan berbagai macam tulisan.
Diantaranya seperti “Warga Siap Mati Mempertahankan Tanah Lapangan dan Makam Fasilitas Umum Milik Desa Sumberejo”. Kemudian “Siapapun yang Berusaha Menguasai Tanah Ini Akan Berhadapan Langsung dengan Seluruh Masyarakat Desa Sumberejo” dan “Siapapun yang Membeli Tanah Ini Akan Berurusan dengan Seluruh Warga Sumberejo”.
Rasa solidaritas dan kebersamaan warga dari kalangan muda dan tua sangat terasa. Ketika mereka bergotong royong membersihkan area lapangan dan memasang banner berisikan tulisan tersebut.
Salah satu warga, Markian menyatakan, warga desa berkomitmen untuk melawan siapa saja yang mencoba mengambil alih tanah yang difungsikan untuk masyarakat.
“Sesuai banner yang kami pasang, warga siap mati demi mempertahankan lapangan. Serta memastikan bahwa tanah tersebut tetap menjadi bagian dari desa untuk generasi mendatang,” tegasnya.
Markian menambahkan, masalah itu bermula ketika ada kabar bahwa tanah lapangan yang digunakan sebagai tempat berkumpul, berolahraga dan melaksanakan berbagai kegiatan desa akan dieksekusi oleh pengadilan.
“Kabar tersebut langsung memicu kekhawatiran warga. Mereka pun sudah menyampaikan ke desa jika siap mempertahankan tanah lapangan ini sampai mati dan sekarang ini kami menggelar aksi pertama,” tuturnya.

PASANG: Warga Desa Sumberejo, Kota Batu saat menggelar aksi damai sekaligus memasang banner penolakan eksekusi fasum berupa lapangan sepak bola oleh pihak ke tiga. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Masyarakat mempertanyakan bagaimana pihak ketiga bisa mendapatkan Surat Hak Milik (SHM), padahal ini merupakan tanah kas desa yang berasal dari tanah eigendom. Selain menyiapkan pertahanan fisik, warga juga sedang berkonsultasi untuk menempuh jalur hukum.
“Kami siap menempuh segala cara yang legal untuk menjaga agar tanah tersebut tetap menjadi milik desa. Selain itu, warga akan menelusuri hal ini, sebab SHM tersebut terbit pada tahun 1990,” tuturnya.
Jika sampai terjadi eksekusi, tentunya warga menolak atau keberatan mengingat lahan sudah lama menjadi fasum. Warga siap turun dengan jumlah yang lebih banyak untuk menghadang jika sampai eksekusi dilakukan. Semua dilakukan untuk mempertahankan lapangan tersebut demi anak cucu.
Sementara itu, Kepala Desa Sumberejo, Riyanto mengatakan, jika aksi itu buntut adanya undangan rapat koordinasi (Rakor) secara tiba-tiba. Melibatkan Pemdes Sumberejo, Kepolisian dan TNI di Pengadilan Negeri Malang pada 13 Mei 2024 lalu.
“Nah dalam rakor tersebut membahas akan adanya eksekusi lahan di SHM nomor 43 seluas 4.000 meter persegi, yang saat ini dijadikan lapangan oleh masyarakat. Padahal selama ini kami (Pemdes.red) tidak pernah diundang saat sidang. Terang saja kami bersama kepolisian dan koramil langsung menolak. Sehingga rakor tersebut tidak menghasilkan keputusan. Lanjut tidak, berhenti juga tidak,” ujarnya.
Aksi yang dilakukan masyarakat merupakan bentuk solidaritas dan kekompakan melindungi tanah kas desa. Bahkan warga siap melindungi tanah sampai kapanpun.
“Selamanya warga siap pertahankan keberadaan tanah lapangan ini, mereka tidak mau tahu, pihak ketiga siapa saja yang mengeklaim tanah bakal ditolak. Sekarang warga juga tengah berkolaborasi melengkapi data dan kebutuhan untuk menunjuk kuasa hukum,” tuturnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, tanah yang tengah bersengketa tersebut memiliki luas 4.000 meter persegi. Saat ini difungsikan sebagai lapangan olahraga sejak tahun 70-an. Kemudian tanpa diketahui warga, pada 9 Juli 1990 terbit SHM nomor 43 atas nama Saidi (warga Desa Sumberejo).
Menurut warga setempat, orang bernama Saidi dan keluarganya meninggal dunia atau hilang karena politik sekitar tahun 1965. Lalu tanggal 10 Agustus 1990 oleh Saidi dijual dan beralih menjadi atas nama Haryo Sawunggaling. Selanjutnya, tahun 1996 oleh Haryo, SHM dijadikan angunan hutang di PT Bank Yakin Makmur (Yama Bank).
Kemudian, tahun 2000 diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasinal (BPPN) melalui Cessie atau Perjanjian Penyerahan dan Pengalihan Hak atas Tagihan, tanggal 8 Juni 2000. Pada tanggal 22 Desember 2000 dialihkan lagi melalui Cessie ke PT Bank Danamon.
Lalu pada tahun 2005 dijual melalui Pelelangan umum Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Surabaya. Setelah itu dibeli oleh Menik Rachmawati warga Kelurahan Sisir dan pada tanggal 5 Desember 2005 dibalik nama atas namanya.
Kemudian Tahun 2022, Menik diajukan eksekusi ke Pengadilan Negeri Malang sehingga terbit Penetapan Eksekusi Ketua PN Malang No. 17/Pdt.Eks/2022/PN Mlg tanggal 7 Agustus 2023. Atas rencana eksekusi itu, warga Sumberejo menolak atau keberatan, mengingat lahan itu sudah sejak lama sekali jadi fasum warga setempat. (Ananto Wibowo)