
BELAJAR: Perwakilan dari Perumda Pasar Madano dan Poktan Harapan Jaya I Probolinggo, seusai penandatanganan kerjasama antar daerah. Disaksikan Kepala KPwBI Malang dan BI Sulut. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
MALANG POST – Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang, Febrina menyebutkan, inflasi di wilayah kerjanya yang tercatat 0,08 (mtm) di bulan April, adalah yang terendah dalam lima tahun terakhir sebesar 0,23. Dengan 2,98 (yoy) dan 1,01 (year today).
Hal itu menjadi keberhasilan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), untuk membombardir beberapa kegiatan di periode tersebut, sehingga inflasinya terkendali.
“Setidaknya ada dua hal yang membuat inflasinya berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.”
“Pertama adalah gerakan yang lebih massif. Jadi terkoordinir bersama-sama. Sinergi dari berbagai dinas, terutama untuk operasi pangan murah serta operasi pasar. Juga sidak yang dilakukan oleh Satgas Pangan,” kata Febrina.
Penegasan itu disampaikan mantan Ekonom Ahli Kelompok Perumusan KEKDA Provinsi KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan itu, dalam acara Sinergi Penguatan Ketahanan Pangan dan Capacity Building TPID Provinsi Sulawesi Utara, di Hotel Alana, Kota Malang, Rabu (9/5/2024).
Selain itu, dalam setiap bulannya, tambah Febrina, Satgas Pangan juga melakukan kegiatannya melakukan inspeksi ke daerah-daerah. Yang dilakukan oleh kepolisian dan selalu dilaporkan.
Hal lain yang menjadi keberhasilan menekan inflasi adalah sinergi Kerjasama Antar Daerah (KAD). Sebab terkadang di wilayah kerja BI Malang sendiri, kerjasama antar daerah itu justru keluar. Malah bukan di wilayah Kota Malang.
“Sehingga kita berupaya daerah-daerah di sekitar tadi, bisa kerjasama memasok di warung pengendali inflasi, maupun kios-kios pangan dalam Gerakan Pangan Murah (GPM) yang ada di Kota Malang,” sebut mantan Analis di Unit Asesmen Statistik dan Survei KPwBI Tegal ini.
Dicontohkan, dengan membeli bawang merah di Probolinggo. Untuk memenuhi permintaan pasar di Malang Raya, sebagai upaya menekan harga.
Dengan demikian, Febrina menyebut tepat sekali jika berkunjung ke Kota Malang, untuk melakukan kerjasama antar daerah.
“Jadi sebelum nanti meninggalkan Malang, mohon untuk bisa spending yang banyak. Agar bisa menggerakkan perekonomian. Jangan lupa untuk menikmati bakso dan rawon, yang memang menjadi andalan di Kota Malang,” sebutnya.

FEBRINA, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang, ketika memaparkan suksesnya menekan inflasi. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Utara Andry Prasmuko mengakui, kedatangannya ke Malang untuk belajar sekaligus kerjasama suplai komoditas penyumbang inflasi.
Salah satunya adalah kerjasama dengan sejumlah petani binaan KPwBI Malang, melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah. Untuk diimplementasikan serta mendapatkan manfaat yang luas dan memenuhi apa yang dibutuhkan daerah masing-masing.
“Kami memang harus belajar banyak dari TPID Jawa Timur dan TPID Malang. Semoga pengalaman tersebut, bisa diimplementasikan di Sulut.”
“BI Sulut berkomitmen mendorong upaya pemerintah daerah, dalam menjaga stabilitas harga. Tak hanya sebagai policy abuser, tapi juga sinergi untuk mendorong implementasi di lapangan melalui berbagai pilot projects,” kata Andry.
Di empat wilayah di Sulawesi Utara sendiri, tambahnya, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami inflasi 0,17 (mtm), 4,24 persen di bulan April 2024.
Komoditas yang andilnya cukup besar dalam inflasi diantaranya bawang merah, tomat dan cabai rawit.
Sedangkan komoditas beras, ikan cakalang dan komoditas lainnya, masih bisa menahan laju inflasi. Seiring panen raya dan cuaca yang kondusif.
“Malang ini pertaniannya bagus. Kemarin kami belajar ke Kota Batu. Belajar mengolah bawang merah sampai menjadi produk jadi, seperti bawang goreng.”
“Kemudian kami ke Lawang, untuk belajar mengenai padi sekaligus pengelolaannya dan packagingnya,” sebutnya.
Di Kota Batu, Andry melihat petani disana, bisa mengoptimalkan penanaman bawang merah. Sesuatu yang belum bisa dilakukan di Sulut. Untuk bisa seproduktif petani di Kota Batu.
“Setelah yang kami pelajari disini, kami semakin optimis akan bisa seperti itu. Setidaknya hampir sama, atau meningkat dari sebelumnya,” tegasnya.
Data pada Januari-April 2024, produksi bawang merah Sulut mencapai 3.700 kuintal. Padahal di tahun sebelumnya, mencapai 14.500 kuintal.
“Jangka pendeknya, mungkin kami beli di wilayah untuk menekan harga. Meski hal itu tidak bisa berlangsung untuk jangka panjang. Tapi dengan pola yang dilakukan BI Malang, akan bisa kami coba untuk diterapkan,” tandas Andry.
Apalagi saat berada di lapangan, mereka bisa berinteraksi langsung dengan petani. Sehingga bisa memberikan support kebutuhan penyumbang inflasi dan harganya bisa terkendali.
“Kami harapkan, capacity building yang dilaksanakan selama dua hari ini, bisa memberikan manfaat. Serta meningkatkan semangat awarness TPID se-Sulawesi Utara. Untuk mendorong perekonomian di Sulut lebih baik,” tandasnya. (Ra Indrata)