MALANG POST – Tono (73) selaku orangtua Sugiati memastikan bahwa tidak ada masalah lagi soal pembongkaran. Usai perdamaian, keluarga memutuskan akan membangun kembali rumah. Sementara ini, keluarga Sugiati tinggal di rumah Tono.
Sugiati, Senin siang masih lemas dan lelah atas permasalahan Jumat. Selama 3 hari, pikirannya terkuras. Ia pun memilih istirahat dan Tono, berkenan menceritakan kejadian hingga berujungnya perdamaian.
“Tadi malam sudah damai. Kersane mboten dendam. Pun ikhlas. Pun ada perjanjian. Masalah rumah, mau dibangun lagi, jejekan damel iyup iyup (bangunan untuk berteduh–red), ” papar Tono.
Marsudi, Kamituwo Gadungan dan Tono lalu menyempatkan cerita awalnya. Diawali, Sugiati adalah mantan TKW. Ia memiliki 2 anak. Hingga kemudian bercerai. Sudah 15 tahun lamanya. Lalu sang putra ikut dengan sang bapak.
“Dulu pernah jadi TKW lalu membangun bersama. Kalau tanah hasil waris dari orangtuanya Sugiati. Ukuran 6×10-an. Setelah cerai harta gono gini itu diminta sang anak, ” cerita Marsudi.
Kata Tono melanjutkan, awal Mei, cucunya meminta uang Rp 50 juta. Tapi permintaan itu tidak bisa diberikan begitu saja. Sugiati sudah menjelaskan jika uangnya nanti akan dibagi dengan putrinya. Awalnya tidak terjadi masalah.
Minggu kemudian balik. Buk kalau uang segitu, rumahe dibongkar. Ya ndak papa pa bongkar saja. Kalau uang segitu. Ya dibongkar. Sufah keputusan keluarga. Kalau dari keluarga sini, sufah ikhlas, ” urai Tono.
Keluarga Sugiati sebenarnya berpikiran jika pembongkaran akan dilangsungkan manual. Sehingga material bangunan yang dibutuhkan bisa dipakai lagi. Barang-barang pun telah dikeluarkan.
Hingga kemudian, Jumat pukul 16.30 WIB, keluarga kaget datangnya buldoser. “Kalau dibuldoser ya tidak begitu. Tiba-tiba datang. Namanya petani, tidak tahu apa-apa, keluarga ya kaget, ” sebut Tono.
Trenyuh. Saat pembongkaran, Dani juga tampak diantara buldoser. Ibunya pun menangis. Sugiati tidak menyangka. Ia tidak menangisi bangunan yang hancur menyisakan dapur melainkan perbuatan sang anak kandung. (Santoso FN)