
DUKUNGAN: Imawan Mashuri, CEO Arema Media Group, saat memberikan masukan terhadap kebijaksanaan yang akan diambil Pj Wali Kota Malang. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Malang Post – Pejabat Wali Kota Malang, Dr. Ir. Wahyu Hidayat MM. Masa baktinya hanya sampai September 2024 mendatang. Itu pun setiap tiga bulan sekali, menjalani evaluasi.
Tapi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan menumpuk. Saat menerima estafet kepemimpinan dari Sutiaji. Wali Kota Malang periode 2018-2023. Itu jika pekerjaan rumah tersebut, tak mau disebut sebagai problem kota tinggalan Sutiaji.
Seperti masalah-masalah yang dimintakan penyelesaiannya. Yang muncul dalam: “Jagongan Bareng Ngrembug Problematika Kota Malang”. Digelar oleh Yayasan Bangkitnya Malang Kucecwara (BMK), Minggu (14/4/2024) malam di Café Jeep, Jalan Ki Ageng Gribig, Kota Malang.
“Salah satunya soal Kayutangan Heritage. Sekarang sudah terpecah jadi dua. Ada Kayutangan Heritage Lor dan Kidul. Pemisahnya taman di tengah-tengah perempatan Rajabali,” ujar Eko Yudi Irawan atau Eko Jeep, Ketua Yayasan BMK.
Akibat pemisahan itu, sebut Eko Jeep, justru menimbulkan titik kemacetan baru. Karena semua kendaraan, harus dilewatkan Kayutangan Heritage. Pun Ambulans yang melintas, tidak bisa potong jalan.
Dekorasi Kayutangan Heritage, juga disoroti Yayasan BMK. Utamanya menyangkut lampu jalan. Sangat kental aroma Yogyakarta. Tidak ada cirikhas Malangannya. Hingga muncul kesan, memindahkan ornamen Keraton Yogyakarta ke Kota Malang.
“Karena dari sisi desain, pewarnaan dan penempatan, sangat Yogyakarta sekali. Ciri khas Keraton Yogyakarta itu adalah warna hijau dan kuning. Dalam sejarahnya, di Kayutangan Heritage, juga tidak ada lampu jalan,” sebut Restu Respati, dari Komunitas Jelajah Jejak Malang.

MASUKAN: Salah satu peserta jagongan bareng, Lutfi Chafidz, ketika menyampaikan beberapa masalah di Kota Malang, di hadapan Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Lantas Restu bertutur soal desain lampu. Harusnya mengadopsi ketika Kota Malang berdiri di masa kolonial Belanda. Arsitekturnya pun tidak jauh dari gaya kolonial. Mulai desain hingga warna.
Jika ingin memasang lampu di Kayutangan Heritage, desainnya seperti lampu peninggalan kolonial. Saat ini masih ada di Jembatan Kahuripan. Lalu diadopsi untuk lampu flyover di Arjosari.
“Warna Kota Malang itu adalah biru. Tidak saja karena ada Arema. Tapi dari logo Kota Malang di era kolonial, sudah ada warna biru,” tambah Restu.
Masih di kawasan Kayutangan Heritage, jagongan bareng itu juga menyoroti keberadaan Lori. Yang tiba-tiba saja ada di samping Taman Chairil Anwar. Padahal di kawasan tersebut, dalam sejarahnya tidak pernah ada jalan lori.
Menjadi terasa janggal. Juga tak ada nilai sejarah. Agar generasi saat ini mau belajar.
Lalu muncul wacana memindahkan Lori. Ke kawasan yang pernah ada sejarah punya jalan lori. Seperti di sekitar Taman Kunang-kunang, sampai di belakang kawasan Pujasera Pulosari.
Ngrembug Problematika Kota Malang itu, terus berlanjut. Masih di seputar Kayutangan Heritage. Kali ini sorotannya pada penempatan musisi, yang menjadikan kawasan wisata baru tersebut semakin ramai.
Penempatan enam titik yang dipakai musisi unjuk gigi, tidak melibatkan musisi di Kota Malang. Ditambah tidak ada seleksi bagi mereka yang ingin tampil. Arahnya jadi tak jelas. Konsep penampilan mereka di pinggir jalan amburadul.
Sementara di sisi yang lain, Kota Malang memiliki gedung kesenian. Namanya Gedung Cendrawasih. Tapi sekarang sudah berganti nama jadi Gedung Gajayana. Uniknya tidak diketahui asal usulnya, kenapa ganti nama.
Yayasan BMK meminta gedung itu difungsikan kembali. Menggantikan GOR Pulosari, yang dulu jadi barometer pertunjukkan musik di Kota Malang. Setelah lewat proses renovasi atau minimal rekondisi.
Juga bisa mewadahi musisi-musisi di Kota Malang. Sebagai wahana aktualisasi diri, lewat berbagai genre musik yang ada di Kota Malang.
“Pak Wahyu sepertinya mendapat tugas cukup berat. Masa kepemimpinannya terbatas. Masalah yang dihadapi seperti tidak terbatas. Rasanya mustahil bisa menyelesaikan semuanya,” tutur Imawan Mashuri, CEO Arema Media Group, yang juga hadir di jagongan bareng tersebut.
Karenanya, sebut Imawan, tidak elok memaksakan Pj Wali Kota, harus menyelesaikan masalah hari ini juga. Apalagi setiap masalah yang ada, pasti bersentuhan dengan regulasi. Juga aturan lain yang mengikat.
“Beri kesempatan Pak Wahyu, untuk menginventarisir masalah tersebut. Mencari solusi lewat koordinasi dan kolaborasi. Kemudian mengatur penyelesaian dengan OPD terkait. Dengan harapan, masalah itu selesai di masa kepemimpinan beliau,” tandas Imawan.
Wahyu Hidayat, sang Pj Wali Kota Malang juga mengakui. Problematika yang timbul dan menjadi bahasan di jagongan bareng. Adalah bentuk keinginan warga yang tertunda. Atau justru belum dikerjakan.
Tapi untuk mengubah, merenovasi atau sekadar menyempurnakan, pejabat yang asli Bareng Kota Malang ini, meminta semuanya dilakukan melalui tahapan. Yang berbasis perencanaan. Agar tidak timbul masalah hukum.
“Terkait yang sudah jadi, pasti nanti ada unsur evaluasi. Karena semua itu ada teori dan ilmu. Serta harus disesuaikan dengan aturan yang ada. Meski dari beberapa yang disampaikan, sudah mulai kami selesaikan,” sebut Sekdakab Malang non aktif ini.
Pihaknya berharap, selama masa baktinya, pekerjaan rumah tersebut bisa diselesaikan. Kalau pun tidak bisa seluruhnya, paling tidak Wahyu sudah meletakkan kerangka penyelesaiannya. (Ra Indrata)