Malang Post – Penjabat (Pj) Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menegaskan, Undang-undang 26 Tahun 2007, tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan, ditetapkan minimal 30 persen. Yakni 20 persen RTH publik dan 10 persennya adalah RTH pribadi.
“Hari ini kita sosialisasikan, untuk memberikan arahan kebijakan. Khususnya terkait luasan lahan ploting milik pribadi. Untuk mencegah terjadinya kesalahpemahaman. Kenapa lahan milik pribadi, tapi diploting untuk RTH,” tegas Wahyu Hidayat, usai membuka acara Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Santika Malang, Rabu (6/03/2024).
Pemenuhan RTH di Kota Malang, sebelum masuk FGD, tambah Pj, dilakukan pembahasan terlebih dahulu secara dukungan elemen satuan kerja (DESK). FGD ini, turut mensosialisasikan kepada masyarakat agar lebih paham lagi.
“Pemenuhan RTH sendiri, aturan teknisnya ada di rencana detail tata ruang (RDTR) dan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Lantas dijabarkan lagi dengan rencana detail tata ruang kota (RDTRK),” imbuhnya.
Kepala DPUPRPKP Kota Malang, Dandung Djulharijanto menambahkan, pembahasan pemenuhan RTH di Kota Malang, sudah dilakukan beberapa kali tahapan sebelumnya.
“Salah satunya kami gelar DESK, bagian dari tahapan perampungan RTH. Sebelum menggelar FGD, yang sesuai dengan Permen ATR/BPN nomor 14 tahun 2022,” tambah Dandung, saat ditemui di sela acara.
Dandung menambahkan, untuk kebutuhan RTH publik sesuai RTRW, sudah terpenuhi komposisinya. Dalam perkembangannya, setelah dilakukan ploting luasan selain milik Pemkot, dimiliki oleh masyarakat. Baik berupa SHM maupun SHGB.
“Kami mendapat laporan dari masyarakat, mereka merasa keberatan soal penetapan RTH private tersebut. Alasannya, lahan yang berstatus RTH, ketika masyarakat ingin membangun di kemudian hari, bakal menemui kesulitan,” jelas dia.
Bahkan pihaknya mencatat, sudah ada 30 warga Kota Malang, mengajukan keberatan sekaligus meminta dilakukan perubahan. Agar lahan tersebut, masih bisa dimanfaatkan pada fungsi lainnya.
“Misalnya lahan itu akan dibuat bangunan gedung untuk berbisnis. Kita akan melakukan proses perubahan statusnya, dengan persyaratan dan mekanisme yang ada. Oleh karenanya, pada FGD ini bertujuan memberikan layanan terbaik di masyarakat,” ungkap Dandung.
Karena pelaksanaan RDTR dan RTRW ini, imbunya, berkomitmen untuk peningkatan pelayanan masyarakat. Bukan menimbulkan ketidaknyamanan pada masyarakat. Sehingga pembangunan diharapkan tidak sampai menemui hambatan di masyarakat.
“Untuk itu, sesuai Permen ATR/BPN nomor 11 tahun 2021, penyusunan pola ruang RTH, diharapkan mendapatkan solusi terbaik bagi masyarakat. Agar bisa menyusun RDTR dan RTRW yang berkualitas,” ujarnya.
Itulah sebabnya, Dandung kembali menegaskan, masyarakat yang lahan pribadinya berstatus RTH, tetap boleh mengajukan perubahan ke Pemkot (DPUPRPKP).
“Kita proses saat mereka mengajukan permohonan berkas keterangan rencana kota (KRK). Maka status RTH beralih fungsi menjadi non RTH, sesuai kebutuhannya,” ucap Dandung.
Nantinya, untuk mencari kekurangan dari angka 10 persen RTH privatee tersebut,
Dilanjutkan lagi, kekurangan nilai sepuluh persen dari RTH private itu, Pemkot Malang akan mencari penggantinya. Atau pihaknya siap menerima permohonan dari masyarakat, seandainya ada lahan yang tidak terpakai, akan dimanfaatkan untuk RTH.
“Perihal pergantian (tambal) lahan milik masyarakat, yang sudah beralih fungsi, kita lakukan pengadaan lahan baru (beli), yang nantinya menjadi aset milik Pemkot. Meski tidak semuanya harus beli. Karena kita menyesuaikan dengan APBD,” pungkasnya. (Iwan Irawan – Ra Indrata)