Malang Post – Pondok pesantren memang tempat, untuk membentuk generasi penerus yang cerdas dan memiliki akhlak yang bagus. Meski tidak jarang, anak-anak masuk pondok pesantren atas paksaan orang tua.
Pembina Yayasan Pesantren PPAI Darunnajah Malang, Luluk Farida Muchtar, menegaskan hal tersebut, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Kamis (29/2/2024).
“Pergerakan dalam pondok pesantren itu, selain adanya pengurus, juga ada kerjasama dengan polisi untuk pelatihan anti perundungan,” katanya.
Terjadinya perundungan di lingkup santri, tambahnya, terjadi karena pengaruh sosial media.
Salah satu antisipasinya, yang bisa memegang gadget harus ada kualifikasinya. Yaitu orang yang memang bisa menjaga amanah. Seperti pengurus dan santri seniornya.
Dijelaskan Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang, Muhammad Arifin, sejauh ini pondok pesantren di Kabupaten Malang dalam pengawasan Kementerian Agama Kabupaten Malang ada 600.
“Dari 600 ponpes, sangat sedikit permasalahan yang timbul diantara santri. Biasanya dimulai gesekan kecil, tapi semua bisa tertangani dengan baik,” katanya.
Arifin menambahkan, dalam salah satu kasus di Ponpes Lawang, saat ini prosesnya masih berlanjut di Polres Malang. Setelah melalui proses diskusi dengan reskrim, korban, pelaku sampai DP3A.
Namun terjadinya perundungan di lembaga pendidikan tersebut, tetap dikhawatirkan oleh Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jatim, Mochamad Isa Anshori. Terlebih-lebih jika sampai memakan korban.
“Padahal lembaga pendidikan, seharusnya mampu mencetak generasi yang baik. Tapi realitanya justru mereka dekat dengan kekerasan.”
“Hal ini dipengaruhi karena adanya rasa senioritas di dalamnya. Sehingga ada yang merasa kuat lalu menindas,” sebutnya.
Isa menambahkan, data LPAI Jatim 2023, jumlah kekerasan mencapai 1.264 dengan di Malang sejumlah 61 kasus.
Sementara dosen Fakultas Psikologi UNMER Malang, Ratih Agustin Rachmaningrum, menambahkan, kasus perundungan pada anak, tidak hanya mempengaruhi psikologi korban, tapi juga pelaku.
“Di dalam pondok pesantren itu sangat heterogen. Dari pendidikan, mindset orang tua, sampai lingkungan sebelumnya. Ini juga mempengaruhi karakter seorang anak yang dibawa ke dalam lingkungan pondok,” tandasnya.
Ratih menambahkan, anak di usia remaja mereka sudah mulai menjalin pertemanan. Jika dalam kondisi itu, anak yang memiliki karakter keras sampai ranah membully, tapi tidak ada yang mencegah, maka akan dianggap kondisi itu normal. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)