Malang Post – Kondisi politik pasca Pemilu, menjadi isu menarik untuk dibahas. Karena masih ada berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Sebelum dan sesudah Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengumumkan hasil rekapitulasi peroleh suara.
Itulah yang dibahas dalam Bincang Santai Bersama Pakar (BONSAI) di Gedung Rektorat Universitas Brawijaya.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Muchamad Ali Safaat, SH., MH. menjelaskan, proses pemungutan suara 14 Februari lalu, belum usai.
Masih ada beberapa tahapan setelah pemilihan. Termasuk kemungkinan perkara hukum apa saja yang bisa muncul.
“Setelah pemungutan suara, penghitungan suara mulai dari TPS di provinsi sampai nasional hingga ke KPU. Jika dalam kurun waktu tersebut terjadi perselisihan atau sengketa, akan menjadi wewenang MK,” jelasnya.
Ditambahkannya, jika tidak ada yang melaporkan terkait perselisihan atau sengketa pemilu, maka proses yang kemarin, hanya dianggap sebagai dinamika atau pembelajaran politik saja.
Dalam kesempatan itu, Prof Ali Safaat juga menyinggung terkait hak angket. Hak penyelidikan dari dewan, terhadap pelaksana UU termasuk kebijakan pemerintah.
Bahkan, bisa dilanjutkan hak menyampaikan pendapat. Namun, masih melalui tahapan yang cukup panjang.
Di satu sisi, salah satu pengamat politik Indonesia asal UB, Wawan Sobari, S.IP., MA., Ph.D, juga menjabarkan bahwasa Jokowi effect dalam pemilu 2024, nyatanya juga terbukti masih bertaji.
Hal itu atampak dari perolehan sementara penghitungan. Menempatkan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo – Gibran, masih dengan suara tertinggi. Mengingat, Gibran adalah putra sulung Jokowi.
“Masih cukup kuat efeknya. Pak Jokowi bisa mengarahkan pilihan ke partai politik. Termasuk ke PSI. Survei paslon Prabowo – Gibran, langsung naik sejak dipastikan putra Jokowi itu, menjadi cawapres,” jelasnya
Menurutnya, Jokowi tidak saja bisa mengarahkan ke partai politik. Namun basis relawan juga cukup kuat.
Sehingga, banyak pemilih yang mengarahkan pilihannya kepada paslon maupun parpol yang didukung Jokowi.
“Paslon nomor urut 02, ini kan taglinenya melanjutkan pemerintah sebelumya. Jadi banyak pemilih yang memilih yang ada Jokowi,” lanjutnya.
Apalagi, lanjutnya, salah satu program dari Prabowo – Gibran, tentang makan siang gratis, sudah dibahas dalam pemerintahan Jokowi. Meskipun memang, APBN tahun 2025 belum dibahas tahun 2024.
Untuk itu, ia menyampaikan model bangunan pemerintah 2024, diprediksi ada koalisi, namun juga ada oposisi.
Jika ditemukan ada kecurangan dalam Pemilu, maka MK yang akan memutuskan. ini Sebagai bentuk democracy rule of law.
“Di pemerintahan, perlu ada yang check and balance antara pemerintah yang menang dan kubu oposisi,” tandasnya. (M. Abd. Rahman Rozzi)