Menurut Koordinator Malang Corruption Watch (MCW), Ahmad Adi, trend korupsi memang mengalami kenaikan. Bahkan dalam 3 – 4 tahun terakhir, peningkatan korupsi jika dijumlahkan mencapai 900-an.
Mirisnya lagi, 50 persen kasus itu menyangkut kepala desa, yang terlibat langsung dalam kasus korupsi. Di Malang Raya, sekitar 36 desa yang tergolong zona merah korupsi, ada di wilayah Kabupaten Malang.
Salah satu kemungkinan terjadinya korupsi, ada di Dana Desa. Sekalipun peruntukan dana desa itu sudah diatur. Seperti untuk stunting tak dibatasi, BLT sebesar 25 persen dan ketahanan pangan 20 persen.
Sekretaris DP3AP2KB Kota Batu, Gigih Wicaksana menjelaskan, di tahun 2024 ini, pengaturan dana desa lebih spesifik. Yang pencairannya, dari pemerintah pusat RKUN lewat KPPN wilayah sampai ke RKUDes.
“Pengelolaan Dana Desa ada kolaborasi bersama dengan BKAD, Kecamatan dan DP3AP2KB. Tapi setiap tahunnya, tetap pada laporan ke pemerintah pusat, untuk pertanggungjawaban. Mengingat Dana Desa dari pemerintah pusat,” katanya.
Pengelolaan Dana Desa di Kota Batu sendiri, sudah mulai bergerak secara mandiri. Bahkan sudah mendapat menghargaan di tingkat nasional.
“Tahun 2022 dan 2023, Desa Oro Oro Ombo, dapat penghargaan langsung dari Kementerian. Sebagai desa yang baik pengelolaan dana desanya dengan aplikasi, peringkat pertama,” jelas Ketua Asosiasi Pegiat Desa Kota Batu, Samsul Arifin.
Sejauh ini Dana Desa di Kota Batu, sangat efektif. Bisa membantu pembangunan desa secara lebih cepat. Salah satu produk yang dihasilkan, pembangunan Jalibar.
“Bahkan di sana juga ada beberapa orang, yang memanfaatkannya untuk pergerakan perekonomian keluarganya,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Lab Politik dan Tata Pemerintahan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Dr. Ike Wanusmawatie, S.Sos., M.AP., menegaskan, adanya Dana Desa memudahkan tingkat desa, dalam pembangunan dan pemberdayaan.
“Terlepas kurang efektif atau tidak dalam memanfaatkan Dana Desa, tergantung dari SDM yang ada di dalamnya.”
“Dana Desa memang tidak semudah itu, kalau tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat yang ada di dalamnya. Tidak menutup kemungkinan untuk tujuan itu, hanya saja perlu waktu,” sebutnya.
Yang juga perlu mendapatkan pemahaman masyarakat, Alokasi Dana Desa (ADD) dengan Dana Desa (DD) sangat berbeda.
ADD adalah bagian dari dana perimbangan pemerintah pusat, yang masuk ke daerah dan 10 persen dananya masuk ke desa. Sederhananya, katanya, dana untuk desa yang diambil dari APBD.
Kalau DD, memang dana dari pemerintah pusat atau APBN, yang langsung diberikan ke desa. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)