Oleh: Dahlan Iskan
KARENA pemilihan presidennya satu putaran, apakah Pilkada serentak tidak perlu dimajukan?
Mutlak perlu. Alasannya: efektivitas kerja pemerintahan.
Anda sudah tahu: presiden baru sudah akan dilantik Oktober depan. Menurut jadwal semula, Pilkada serentak dilakukan bulan berikutnya. Anda bisa membayangkan: ketika presiden baru ingin cepat-cepat bekerja aparatnya di lapangan belum ada. Semua masih sibuk rebutan jabatan. Kita kehilangan waktu tiga bulan untuk segera bekerja.
Jadwal Pilkada serentak bulan November itu dihitung dengan asumsi Pilpresnya dua putaran. Sayangnya peraturan perundangan belum disiapkan: bagaimana kalau Pilpresnya satu putaran. Maka kalau Pilkada dikehendaki maju dua bulan UU-nya harus diperbaiki.
Begitu repotnya. Begitu tidak fleksibelnya. Kecepatan membangun kalah dengan aturan yang disiapkan secara kurang cerdas.
Mungkinkah UU diubah agar Pilkada bisa dimajukan?
Teorinya mungkin. Apalagi sebelum Presiden Jokowi berseberangan dengan ketua umum PDI-Perjuangan. Tinggal ketok palu. Bahkan sudah bisa setuju dulu sebelum ketok palu.
Kini mungkin berbeda.
Seandainya pemerintah mengajukan perubahan UU tersebut belum tentu PDI-Perjuangan setuju. Itu tidak ada masalah sepanjang Surya Palohnya Nasdem setuju. Jangan-jangan soal ini salah satu yang dibicarakan antara SP dan Presiden Jokowi di istana tiga hari lalu.
Tentu Anda punya asumsi Demokrat juga setuju. Harusnya setuju. Kan sudah jadi bagian dari pemerintahan Jokowi: AHY, ketum Demokrat sudah dilantik menjadi menteri Agraria.
Dengan demikian tinggal PDI-Perjuangan dan PKS yang tidak setuju. Sesekali PKS satu gerbong dengan PDI-Perjuangan. Biar saling sapa di dalam gerbong isolasi.
Kalau divoting, pendukung pemerintah menang suara: Pilkada serentak maju ke bulan September. Presiden Jokowi masih sempat melantik para gubernur terpilih. Presiden juga masih punya power untuk mendukung salah satu calon kepala daerah.
Rakyat pasti setuju Pilkada serentak maju ke September. Uang ceperan dari Pilpres dan Pileg sudah habis. Mereka perlu sumber uang politik yang lain lagi. Dari para calon kepala daerah.
Dari segi itu rakyat tidak berdaya: ”sogok saya lagi”.
Jangankan September, kalau perlu minggu depan. Bisa untuk sangu Ramadan. (*)