
PAKAR: Ibnu Sam Widodo, S.H., M.H., pakar Hukum Tata Negara FH UB. (foto: Istimewa)
Malang Post – Pesta demokrasi berlangsung pada 14 Februari 2024. Strategi pemenangan satu putaran, menjadi pembahasan yang strategis untuk seluruh pihak.
Lembaga Survei Indonesia (LSI), telah merilis adanya 18 lembaga survei. 14 lembaga survei diantaranya, menggambarkan potensi kemungkinan terjadinya pemilu dalam dua putaran.
Bahkan hasil dari perhitungan di beberapa lembaga survei, elektabilitas ketiga paslon tersebut belum ada yang mencapai di angka 50 persen. Oleh sebab itu, besar perkiraan kemungkinan akan terjadinya pemilu dalam dua putaran.
Ibnu Sam Widodo, S.H., M.H., pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menuturkan, tiga pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden siap untuk beradu integritas, dalam panggung Pemilu Tahun 2024.
Hal itu merujuk pada komitmen pelaksanaan Pemilu yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Dodo -panggilan akrabnya- mengatakan, paslon tentu sudah mempersiapkan penentuan arah dan strategi politik. Terutama dalam rangka merealisasikan cita politik dan kepentingan masing-masing kandidat.
“Saya mengutip Peter Schroder dalam bukunya Strategi Politik. Setiap strategi selalu punya tujuan kemenangan, dalam ruang lingkup perolehan suara, kemenangan pemilu dalam memperoleh suara mayoritas untuk pemberlakuan sebuah peraturan atau kebijakan. Strategi ini untuk memperoleh pengaruh sebanyak mungkin agar memperoleh hasil yang baik dalam pemilu,” ungkapnya
Menurut Dodo, seluruh pihak paslon akan berupaya sedemikian rupa, untuk memperoleh suara lebih dari 50 persen. Hal itu diraih sebagai kemenangan yang mutlak dalam strategi pemenangan satu putaran.
Dodo mengungkapkan strategi terhadap tujuan pemenangan paslon tidak menutup kemungkinan masih terus berlanjut dalam putaran kedua. Sebab, hasil dalam putaran pertama harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 6A angka 3 UUD NRI 1945.
“Yang menentukan, agar bisa menang satu kali putaran, maka paslon harus mendapatkan perolehan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum. Dengan sedikitnya dua puluh persen di setiap provinsi, yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia,” ujarnya.
Adapun kedua paslon yang meraih perolehan suara tertinggi pertama dan kedua, akan dipilih kembali oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Mengacu pada ketentuan tersebut, tentu sangat besar kemungkinan bagi penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 ini dapat diselenggarakan sebanyak dua putaran.
“Tidak ada pilihan lain bagi para paslon yang maju ke putaran kedua pemilu, selain optimalisasi dan gerakan yang lebih masif dalam menjalankan program kampanyenya yang telah dilaksanakan di tahap sebelumnya,” ungkap Dodo.
Menurut dosen FH UB ini, ada tiga hal yang harus dioptimalisasi oleh paslon apabila pemilu terjadi dalam putaran. Pertama, menentukan pendukung dalam partai koalisi.
“Jika memang benar Pemilu 2024 ini, akan berlangsung menjadi dua putaran, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan kembali oleh tim para kandidat capres dan cawapres. Tentunya diperlukan pemetaan politik kembali dan kejelian dari tim paslon dan strategi yang lebih matang,” sebutnya.
Menurut dosen FH UB ini, koalisi antar partai dalam putaran kedua, tentu menjadi isu strategis yang harus cepat diambil dengan berbagai resiko politik yang dipertaruhkan.
Tim paslon yang sudah kalah dan tidak memiliki kesempatan dalam putaran kedua, hanya memiliki pilihan untuk bergabung, dengan salah satu paslon yang unggul dalam putaran pertama. Sehingga membentuk basis pertahanan perolehan suara yang lebih kuat.
“Tentunya hal ini akan sangat menguntungkan bagi pasangan kandidat, yang telah menjaring koalisi tersebut. Sehingga diperlukan strategi yang lebih masif bagi paslon yang tidak mendapatkan dukungan koalisi,” ujar Dodo.
Kedua, perluasan kelompok target dan pendanaan. Perluasan kelompok target perlu menjadi salah satu sasaran utama dalam memperluas jaringan untuk mendukung perolehan suara. Pendekatan dengan berbagai metode harus lebih intens diupayakan agar memperoleh kekuatan yang setara.
“Pendekatan dengan cara menemui tokoh masyarakat dan warga secara langsung dalam berbagai forum, maupun mengupayakan di platform sosial media yang lebih masif lagi dengan menggandeng lebih banyak segmen,” lanjutnya.
Menurut Dodo, terjaringnya basis suara rakyat di daerah-daerah tentu membutuhkan pendanaan yang kuat lagi yang harus disediakan setiap paslon. Apalagi masih banyak masyarakat yang akan memberikan suaranya jika paslon tertentu telah memberikan bantuan langsung kepada masyarakat.
“Upaya tersebut menguntungkan di beberapa sektor ekonomi pemegang saham tertentu. Seperti penyedia sembako, yang mampu menyediakan dalam jumlah besar untuk kemudian dibagikan secara gratis dengan bendera partai tertentu. Maupun penyedia provider seperti internet karena kebutuhan masyarakat untuk internet pun semakin meningkat,” nilainya.
Terakhir, upgrading knowledge dan pencitraan. Upgrading knowledge dan kesiapan setiap paslon dalam beradu argumen di panggung debat pun harus dimaksimalkan sehingga tidak ada lagi pernyataan yang dianggap stuck atau blunder di mata masyarakat.
“Blunder justru akan menjatuhkan citra masing paslon yang sudah sedemikian payah membangun pencitraan pada tahap sebelumnya. Demikian pula dengan kehati-hatian dalam bertindak di ruang publik, mengingat cepatnya sebuah momen beredar melalui media sosial sehingga butuh pencitraan bijak untuk paslon dalam putaran kedua ini,” ungkapnya (M. Abd. Rahman Rozzi)