
Malang Post – Kemungkinan penyelenggaraan Pilpres 2024 jadi dua putaran, bisa saja terjadi. Karena politik itu perihal serba mungkin.
Meski kalau bicara efisiensi ekonomi, sebenarnya cukup dilakukan satu putaran saja. Belum lagi jika dilakukan dua putaran, ada kemungkinan masyarakat akan bingung untuk pilihan di putaran keduanya.
Hal itu disampaikan dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya, Abdul Aziz, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Selasa (9/1/2024).
Aziz menambahkan, kalau secara kuantitatif, di putaran pertama paslon Prabowo Gibran akan berpeluang besar. Kalau untuk di putaran kedua, dua paslon lain yang akan naik turun, karena sama-sama optimis.
Sedangkan jika Pemilu 2024 berlangsung satu putaran, tambahnya, akan ada asumsi baru yang muncul yaitu kecurangan.
“Karena dari pemerintah sendiri, sebenarnya hanya menyiapkan anggaran untuk satu kali putaran Pemilu saja. Tapi nyatanya adanya potensi dua kali putaran,” sebutnya.
Bahkan sekarang saja, sebutnya, kecurangan-kecurangan sudah mulai muncul. Seperti dengan adanya rekayasa hukum. Salah satunya Presiden indonesia, Jokowi, yang dirasa kurang netral dalam kontestasi ini.
Disebutkan juga, sejauh ini dari hasil pantauan, lebih banyak masyarakat awam yang tertarik dengan politik yang cenderung ke entertain. Meski pun itu bukan substansinya.
“Melihat debat saat ini yang diselenggarakan, sekarang memang para calon pasangan bisa berhadapan. Tapi kekurangannya, kehadiran panelis itu kurang berperan. Karena mereka hadir hanya untuk mengambil nomor pertanyaan saja. KPU terlihat terlampau jauh kehati-hatiannya,” tegas Abdul Aziz.
Sementara itu, dosen Komunikasi Politik UMM, Budi Suprapto menambahkan, demokrasi itu bicara soal kuantitatif. Jadi dua kali putaran Pilpres, bisa saja terjadi di tahun pilihan 2024 ini.
Budi juga menjelaskan, di putaran kedua memang Prabowo berpeluang, karena memiliki perangkat yang komplit. Mulai dari kekuasaan, jaringan sampai mesin partai yang menguasai di 48 persen DPR.
Tetapi bicara soal peluang dari surveim, tambahnya, itu harus dilihat lagi dengan variabel variable lain, yang bisa jadi mempengaruhi perhitungan. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)