
TOKO MODERN: Khawatir kalah saing, keberadaan swalayan modern Alfamart di Jalan Raya Giripurno, Kota Batu disoal warga. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Malang Post – Berdirinya toko swalayan modern Alfamart di Dusun Kedung, RT 60 RW 09 Jalan Raya Giripurno, Desa Giripurno menuai kritik masyarakat. Utamanya warga yang memiliki toko kelontong di kawasan tersebut. Mereka mengkritik karena khawatir toko kelontongnya kalah saing dengan keberadaan Alfamart.
Kepala Desa Giripurno, Suntoro menyatakan, adanya Alfamart di wilayahnya menuai polemik di lingkungan warga. Seperti diketahui Alfamart itu berdiri di atas lahan milik Yayasan Pendidikan Nurul Hudha.
“Memang ada protes dari warga setempat. Mereka khawatir adanya toko modern itu menggerus keberadaan toko kelontong milik warga,” kata Suntoro, Rabu, (27/12/2023).
Dia menambahkan, untuk persoalan izin toko modern tersebut, pihaknya tak tahu menahu. Apakah sudah ada izin dari Pemkot Batu atau belum. Berdasarkan informasi dari pengelola yayasan, Suntoro menyampaikan, polemik berawal saat pemilik lahan mewakafkan lahan tersebut. Di lantai dasar dibuat pujasera dan lantai atas sebagai tempat belajar mengajar.
“Tujuan dibuat pujasera untuk menambah pemasukan yayasan. Tapi usaha tersebut tidak berjalan sehingga yayasan terbelit hutang dan tak mampu melunasi,” ujarnya.
Satu-satunya cara menutup hutang yayasan sebesar kurang lebih Rp300-400 juta dengan menyewakan gedung yayasan ke Alfamart. Sebelum ditawarkan ke Alfamart pengelola sudah menawarkan kemana-mana tapi tidak ada yang mau.
“Akhirnya terjalin kerja sama dengan Alfamart dengan catatan kontrak maksimal selama tujuh tahun dibayarkan untuk empat tahun pertama. Dengan nilai sewa itu sudah bisa melunasi utang. Catatan perjanjian Alfamart akan berhenti beroperasi kalau selama empat tahun penjualannya tidak lancar,” paparnya.
Selanjutnya, pihak Pemdes Giripurno menggelar pertemuan untuk memfasilitasi pihak yayasan diwakili Suwandi dan kelompok pedagang kecil diwakili Suwito.
“Dalam pertemuan awal, pihak pedagang mulanya tidak setuju. Karena khawatir dengan adanya toko modern. Lalu digelar pertemuan kedua, mempertemukan pihak yang berseberangan. Akhirnya, ada pengurus yayasan bahwa Alfamart bisa berdiri tapi ada perjanjian kontrak selama tujuh tahun,” imbuhnya.
Akhirnya pihak yang awalnya keberatan menyetujui kesepakatan dan menuangkannya dalam perjanjian berita acara yang ditandatangani para peserta rapat.
“Saya selaku kades secara pribadi tidak setuju karena bisa mematikan usaha kecil milik masyarakat. Tapi setelah mempertimbangkan kondisi yayasan, akhirnya menyetujui untuk mempertimbangkan suara terbanyak. Meski begitu Pemdes menekankan jika kontrak habis tidak diperbolehkan ada toko modern yang buka di Desa Giripurno,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu warga pemilik toko kelontong yang enggan disebut namanya membenarkan protes tersebut. Bahkan ada ratusan pedagang kecil yang menyuarakan ketidaksetujuannya.
“Kami tidak setuju sebab toko modern bisa menggerus pedagang kecil seperti saya. Apalagi letaknya dekat dengan warung saya,” katanya.
Dari 200 toko kelontong yang ada di Desa Giripurno, ada 180 toko yang diundang untuk mediasi beberapa kali. Namun waktu mediasi di Kantor Desa Giripurno yang datang hanya 50 orang.
“50 orang yang hadir merupakan perwakilan saja, saya salah satunya. Akhirnya satu persatu pemilik toko setuju dan tanda tangan. Sering kali mereka mendatangi kami untuk tanda tangan, setelah saya mengetahui ternyata satu persatu toko sudah tanda tangan, saya akhirnya ikut tanda tangan meski terpaksa,” ujarnya. (Ananto Wibowo)