Malang Post – Perhatian serius diwujudkan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Malang, terhadap lingkungan pendidikan yang nyaman dan ramah anak. Salah satunya, dengan membentengi anak didik dari perilaku buruk perundungan (bullying).
Hal-hal terkait perundungan, berikut resiko dan dampak yang bisa ditimbulkan pada perkembangan anak, disampaikan langsung kepada pelajar MTsN 2 Malang, Rabu (20/12/2023). Materi bullying ini diberikan konselor dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang, Banun Arlika Purnomo.
Kegiatan sosialisasi anti-perundungan diikuti seluruh pelajar MTsN 2 Malang, dan dibagi sesi selama tiga hari, Senin-Rabu (18-20/12/2023). Aktivis Laskar Anak Kabupaten Malang, Sabiila Nuura Mahabba, juga turut hadir di tengah-tengah mereka sebagai tentor sebaya.
Saat penyampaian materi, pelajar MTsN Malang 2 banyak dipahamkan terkait jenis-jenis tindakan perundungan. Seperti, bullying verbal, fisik, melalui medsos, pelecehan seksual hingga bullying sosial.
Menurut Banun Arlika, anak yang dilecehkan secara verbal maupun melalui medsos, atau dikucilkan atau diabaikan dari pergaulanan termasuk korban perundungan.
Sedangkan, dampak dari perundungan sangatlah banyak. Korban perundungan bisa mengalami gangguan mental, seperti depresi dan kecemasan. Mereka juga rentan mengalami penurunan prestasi, kurang percaya diri, hingga memicu keinginan untuk balas dendam.
Waka Kurikulum MTsN Malang 2, Supriyono MPd, MAg., mengungkapkan, kegiatan sosialisasi dengan narasumber dari DP3A merupakan implementasi Kurikulum Merdeka dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), dengan tema Anti Bullying.
“Kami berupaya serius, menjauhkan anak-anak dari perilaku negatif, yang bisa merugikan diri sendiri juga temannya. Terlebih, perilaku mem-bully teman. Jadi, lingkungan madrasah ini benar-benar dijaga, tetap nyaman untuk belajar dan ramah anak,” tandas Supriyono, Rabu (20/12/2023).
Lingkungan sekolah yang ramah anak ini, lanjutnya, bahkan sudah dicanangkan dan diterapkan sejak 2016 lalu. Diantaranya, tidak memberlakukan hukuman fisik atas pelanggaran tata tertib oleh siswa-siswi MTsN setempat.
Sebaliknya, kata Supri, untuk pelanggaran disiplin dan tata tertib yang dilakukan siswa, pihaknya hanya menerapkan skor poin. Yakni, 20 poin untuk sekali pelanggaran yang dilakukan. (Choirul Amin)