Malang Post – Peringatan Hari Ibu, masih seminggu lagi. Jatuh tiap 22 Desember. Tapi Sabtu siang (16/12/2023) kemarin, di Kampung Budaya Polowijen (KBP) mendahului Peringatan Hari Ibu.
Belasan ibu-ibu mengenakan sanggul kebaya serta puluhan anak anak penari juga mengenakan seragam kebaya dan jarik tsk tercuali wali murid.
Kegiatan ini terselenggara kerjasama antara Perempuan Bersanggul Nusantara dan Yulia Maria Salon dan Professional Make Up Artis (MUA)
Acara dikemas dalam bentuk tutorial apresiasi make up anak-anak merias ibu-ibunya sendiri serta tutorial memakai sanggul sederhana anak anak. Inti acara bagaimana peringatan hari ibu di isi dengan untaian kata-kata buat ibu sontak suasana membanjiri air mata dan isak tangis di panggung setelah tutorial selesai. Secara bergantian anak anak mengucapkan selamat hari ibu berserta dengan ucapan doa-doa.
Dalam sambutannya, Ki Demang Penggagas KBP menyampaikan bahwa budaya akan tetap terjaga, jika perempuan berdaya
“Karenanya kita mendorong kelompok perempuan untuk aktif menggali kembali budaya dan mengekpesikan melalui berbagai media,” sebutnya.
Ki Demang meminta kepada ketua Umum PBN agar mengawal pakaian khas daerah untuk menjadi ciri khas dan penanda budaya.
Acara berlanjut dengan berbagai macam ekspresi mulai dari ibu-ibu menari Beskalan Putri Malang dan anak-anak menari Topeng Ragil Kuning. Selain itu ada tampilan tari Remo, tari Gambyong, dan ragam tari kreasi tradisi lainnya.
Apresiasi make up anak-anak ke Ibu dan cara bersanggul serta fashion show kebaya anak-anak dan ibu-ibu menjadi penilaian tersendiri. Apresiasi ini sebagai wujud kecintaan kepada ibu di peringatan hari Ibu yang bertema Ibu Berdaya Budaya Terjaga.
Sany Repriandini, Ketua Umum Perempuan bersanggul Nusantara bertekat memajukan budaya nusantara dan salah satunya di jawa dengan turut membentuk komunitas remaja bersanggul milenial agar mereka tahu busana khas daerahnya yang bisa menjadi kebanggaan bersama.
“Ked epan kami akan audiensi kepada pimpinan daerah di seluruh kota agar mengkaji ulang dan menetapkan busana khas daerah masing-masing yang selama ini banyak keluar dari pakem aslinya,” tegasnya.
Kali ini perlu dilakukan konsolidasi bagi para perempuan penggerak dari berbagai elemen untuk mewujudkan cita cita kesetaraan dan keberdayaan untuk meneguhkan agar budaya tidak luntur.
Salah satunya busana khas daerah misalnya kebaya harus lebih sering di kenakan pada berbagai event, momentum di pakai dan digunakan pada mestinya. “Turunan dan busana daerah ini masuk dalam ekonomi kreatif untuk kriya dan fashion termasuk seni pertunjukan yang berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan” sehingga perempuan ini bisa lebih berdaya untuk menjaga budaya bangsa,” tutur Sany Repriandini.
Dalam acara peringatan hari ibu di KBP semua peserta menikmati masakan ibu ibu yang membawa sendiri bekal dari rumah masing masing.
Dalam kesempatan itu Yulia Rahmawati sebagai narasumber make up artis yang sudah dua kali membagikan ilmunya di KBP, merasa senang dilibatkan dalam peringatan hari ibu. Baginya ini pengalaman berharga bisa terlibat di komunitas kampung budaya yang selam ini menjadi beliau lebih nanyak memberikan tutorial dari hotel ke hotel.
“Saya senang dan bangga bisa berbagi ilmu di sini, suasananya beda di KBP banyak penari cantik-cantik, make up artis sebagai penunjang performan mereka saat tampil dalam seni pertunjukan, perlombaan dan mampu menunjukkan kelasnya.”
“Ini tantangan perlu kiranya pendampingan ibu-ibu dan anak-anak soal saling bisa merias dan akan lebih efektif dan efisien jika dalam satu keluarga terlibat,” jelas owner Yulia Maria yang ingin berbakti di KBP menjadi bagian upaya menjaga budaya. (*/Ra Indrata)