Malang Post – Penggunaan kemasan berbahan dasar plastik sekali pakai di Indonesia, menjadi dasar kekhawatiran terkait masalah mikroplastik. Padahal di negara maju, pembatasan penggunaan plastik sekali pakai, telah diterapkan dengan ketat. Termasuk melalui penerapan cukai plastik.
Hal ini memantik Dr. Shazma Anwar M.Sc., mahasiswa Post Doctoral Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), melakukan penelitian tentang kontaminasi mikroplastik pada tanaman pangan.
Mahasiswa asal Pakistan itu menjelaskan, pada dasarnya mikroplastik adalah partikel kecil dengan diameter kurang dari 5 mm. Yang dapat mencemari lingkungan, terutama pada tanaman.
“Kentang menjadi sampel penelitian saya, karena menjadi salah satu makanan pokok di beberapa belahan dunia. Selain itu, kentang yang termasuk dalam kategori umbi-umbian, dapat menjadi sasaran empuk dari mikroplastik,” ujarnya.
Dalam prosesnya, ia juga ditemani alumnus doktoral UMM, Dr. Ir. Roy Hendroko Setyobudi, M.Si. Penelitian yang dilakukan selama lima bulan ini, berlangsung di berbagai tempat budidaya kentang di Malang Raya. Mulai dari Desa Pujon Kidul, Desa Sumber Brantas, Desa Ngadas, dan Desa Ngantang.
“Hasilnya menunjukkan, sampel kentang di semua wilayah tersebut, terkontaminasi mikroplastik dengan kelimpahan 0,02 sampai dengan 0, 24 partikel g–1. Bahkan, produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM, olahan kentang yang dipilih secara acak pun mengandung mikroplastik,” jelasnya.
Ia menyampaikan, bentuk mikroplastik yang paling mendominasi dari penelitian ini adalah filamen dan serat. Filamen bersumber dari kantong dan kemasan plastik, polybag, serta plastik UV. Sementara serat mikroplastik, berasal dari air cucian pakaian, deterjen, sabun, bahan kecantikan, filter rokok, sachet kopi dan teh, pampers, dan berbagai hal lainnya.
Selain itu, mulsa plastik (penutup lahan tanaman) yang sering digunakan dalam pertanian di Indonesia juga menjadi penyumbang cemaran mikroplastik.
“Pada dasarnya, plastik berbasis minyak bumi tidak dapat musnah. Ukurannya dapat semakin mengecil seiring waktu, berdampak pada peningkatan pencemaran.”
“Tanah yang tercemar, dapat menyebabkan penyumbatan akar tumbuhan, mematikan organisme tanah, menurunkan kesuburan tanah dan mengganggu pertumbuhan tanaman.”
“Dampak lebih buruk, dapat masuk ke buah yang dikonsumsi manusia, atau batang dan daun yang dimakan hewan. Sehingga, berpotensi membahayakan kesehatan,” tambahnya.
Hal ini dibuktikan pada uji coba tikus, yang diberikan kentang terkontaminasi mikroplastik. Dalam waktu tiga minggu, tikus tersebut mengalami kematian. Mengindikasikan risiko serius yang dapat ditimbulkan oleh mikroplastik terhadap lingkungan dan kesehatan.
Selain kentang, Shazma juga menemukan pencemaran mikroplastik pada tanaman padi dan jagung di wilayah Malang Raya.
Penggunaan plastik di era baru memang tidak dapat dihindari, namun penggunaannya harus dilakukan secara bijak. Antara lain dengan penerapan 4R (reduce, reuse, recycle, dan replace) atau mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang, dan mengganti.
“UMM harus bergerak cepat dalam penelitian dan penerapan tentang bioplastik yang dapat terurai secara alami. Mulai dari penggunaan metode biologi untuk pemulihan cemaran mikroplastik dan pembuatan pupuk organik bebas mikroplastik.”
“Termasuk penggunaan tumbuhan hidup, untuk membersihkan pencemaran lingkungan serta penggunaan zat padat untuk menyerap mikroplastik agar tak masuk ke perakaran tanaman,” pungkasnya. (M. Abd. Rahman Rozzi)