Malang Post – Perkembangan kasus stunting di Kota Malang, membutuhkan pemetaan, pembahasan, penanganan dan evaluasi bersama. Mengingat ada beberapa faktor yang membuat angka stunting itu turun dan naik.
“Stunting mengalami peningkatan kasusnya, disebabkan tiga hal. Pertama, seorang bayi atau balita, saat tumbuh kembang belum mendapatkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif,” tegas Kepala Dinas Sosial – P3AP2KB Kota Malang, Doni Sandito, saat ditemui di Hotel Savana Malang, Rabu (13/12/2023).
Kedua, lanjut Doni, kondisi dalam satu rumah terdapat seorang yang merokok. Ketiga, pada pola asuhnya ada yang kurang benar dan kurang baik di lingkungan keluarganya.
“Untuk menekan tiga faktor tersebut, kami berkoordinasi dan berkolaborasi dengan perangkat daerah (OPD) lainnya. Terkait pemenuhan ASI eksklusif dan gizi, kami memohon kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) turut mensosialisasikannya,” terang dia.
Demikian halnya perihal keluarga yang merokok, Doni memohon kepada OPD terkait, ikut membantu mensosialisasikan terkait bahayanya dampak rokok. Termasuk di lingkungan pendidikan (Diknas). Berikutnya, terhadap pola asuh yang kurang pas.
“Soal pola asuh yang kurang pas, kami libatkan PKK di RT/RW secara langsung. Jadi kita saling support untuk menekan jumlah keluarga rawan stunting (KRS). Karena terkait stunting, Dinsos sebatas punya kewenangan secara preventif,” katanya.
Doni pun mencontohkan, calon pengantin (caltin) diberikan pemahaman akan persiapan-persiapan sebelum melangsungkan pernikahan. Baik kesiapan lahir batin, mental, fisik maupun kondisi perekonomiannya.
“Sebab orang yang sudah menikah dituntut banyak hal. Contoh lainnya, kita memberi pendampingan terhadap sekolah orang tua tangguh. Pemberian subsidi vitamin serta bentuk pembinaan lainnya,” ujarnya.
Di tempat sama, Kepala Dinkes Kota Malang, dr. Husnul Muarif membenarkan adanya tiga kelurahan yang mendekati zonasi zero stunting. Antara lain Kelurahan Rampal Celaket, Samaan serta Kelurahan Klojen.
“Kelurahan Rampal Celaket, dari angka 181 kasus balita terkena stunting tinggal empat kasus. Kelurahan Klojen dari 139 kasus menjadi 13 kasus. Satu lagi, Kelurahan Samaan dari 333 kini turun menjadi 18 kasus,” sebut dr. Husnul.
Sedangkan untuk angka stunting di Kota Malang pada enam bulan terakhir, datanya menyebutkan, Juni 2023 sebesar 9,65 persen, Juli 9,29 persen, Agustus 9,09 persen, September 9,96 persen, Oktober 9,73 persen dan November 9,58 persen.
“Untuk Desember 2023 masih belum terekapitulasi, karena masih berlangsung. Pada Desember 2023, kita lakukan rekapitulasi pada Januari 2024 mendatang,” bebernya.
Untuk tiga kelurahan yang mengarah zero stunting, dr. Husnul menyebut adanya intervensi program makanan tambahan (PMT). Selain itu, tidak adanya balita baru berisiko rawan stunting.
“Balita risiko stunting sendiri, mencakup kurang gizi dan berat badannya terus berkurang dalam pertumbuhannya. Ditambah sebab lainnya, baik pola asuh maupun ada kelainan pada bayinya,” terang Husnul.
Kadinkes berharap, penanggulangan dan penanganan serta penekanan angka stunting, terus dilakukan kelurahan lainnya. Agar di akhir Desember 2023, ada informasi yang bagus.
“Kami berdoa ada yang menyusul tiga kelurahan tersebut, untuk penurunan angka stuntingnya. Termasuk mampu menekankan angka KRS-nya. Menjadikan kawasannya kian hari kian mengecil angka kasusnya.”
“Kita butuh intervensi pada balita rawan stunting maupun yang terkena stunting. Dilakukan secara tepat sasaran, guna membantu memberikan bantuan asupan gizi, vitamin serta pendampingan ataupun pembinaan dari stakeholder. Semuanya sama-sama ikut peduli dan perhatian,” pungkasnya. (Iwan Irawan – Ra Indrata).