Malang Post – Media pers harus berperan dalam mempertanyakan setiap komponen hasil survei, sebelum mempublikasikannya.
Komponen yang bisa dikritisi oleh media pers meliputi margin of error, sample, usia responden, pekerjaan responden, tempat tinggal responden, serta wilayah sasaran yang harus berdasarkan DPT.
Penegasan itu disampaikan Peneliti Laboratorium Ilmu Politik UMM dan Dosen FISIP UMM, Rully Inayah Ramadhoan, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (6/12/2023).
“Karena saat ini marak terjadi suudzonitas sosial imbas dinamika politik tentang hasil survei. Masyarakat berasumsi, banyak pihak yang berperan terkait menjamurnya hasil survei yang dirasa memiliki kecenderungan tertentu,” sebutnya.
Dalam konteks tersebut, tambah Rully, masyarakat juga harus lebih kritis terhadap hasil lembaga survei, dengan memperhatikan beberapa hal.
Seperti metode survei lapangan yang digunakan, jumlah sampel sebagai penentu kualitas, sistem kontrol di lapangan, spot check di lapangan, serta perbandingan hasil survei dengan realita yang terjadi di masyarakat.
Menurutnya, komponen tersebut harus terus disosialisasikan ke masyarakat, untuk menimbulkan efek kepercayaan terhadap lembaga survei.
Sedangkan dari kacamata partai politik, seperti disampaikan Wakil Ketua DPC PDIP Kota Malang, Ahmad Wanedi. Setiap partai politik biasanya mempunyai lembaga survei internal. Untuk membandingkan elektabilitas dengan lembaga survei lain yang dianggap netral.
“Partai juga melihat hasil survei lembaga lain, untuk parameter melihat kekurangan dan kelebihan partai. Namun tidak menjadikan itu sebagai acuan,” katanya.
Wanedi juga menambahkan, ada beberapa kriteria saat memilih lembaga survei. Diantaranya harus netral dan konsisten, memperhatikan tiap selisih perolehan survei, tidak ada keterkaitan dengan parpol lain, sebagai tolak ukur serta tidak terlalu condong.
Sementara itu Dosen Sosiologi Politik UMM, Prof. Dr. Wahyudi Winarjo melihat, saat ini terjadi gelombang besar dalam sistem perpolitikan nasional. Tidak hanya tertuju pada lembaga survei, tapi bercampur baur dalam legitimasi sosial.
“Masyarakat melihat lembaga survei sudah terayun ayun, karena dirasa banyak pergeseran. Maka dari itu lembaga survei harus kembali ke jati diri dan bersih dari ketercampuran kepentingan tertentu,” sebutnya. (Yolanda Oktaviani – Ra Indrata)