Malang Post – Sebanyak 300 kepala desa/lurah di Jatim mengikuti pelatihan Pra Paralegal Justice Award. Pelatihan yang digelar oleh BPSDM Jatim itu, merupakan pelatihan pertama dan satu-satunya yang digelar di Indonesia. Pelatihan itu dibuka di Graha Pancasila Balai Kota Among Tani Kota Batu, Selasa, (28/11/2023) malam.
Paralegal Justice Award merupakan penghargaan yang diberikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Sebagai bentuk apresiasi bagi para kepala desa/lurah yang berprestasi. Dalam memberikan pengabdian terbaiknya untuk masyarakat, bangsa dan negara.
Pengabdian yang dimaksud adalah peran kepala desa/lurah sebagai juru damai di wilayahnya. Dengan tujuan mereka dapat menjadi Non Litigation Peacemaker, yang bisa menyelesaikan masalah-masalah hukum yang timbul di wilayahnya. Sehingga permasalahan tersebut tidak harus berlanjut ke pengadilan.
Kepala BPSDM Jatim, Ramliyanto menyatakan, pelatihan Pra Paralegal Justice Award ini merupakan yang pertama dan satu-satunya dilakukan di Indonesia. Pelatihan ini dilakukan melalui fasilitasi BPHN Kemenkumham, dengan durasi pelatihan selama lima hari efektif.
“Materi yang disampaikan sangat komprehensif dengan penyelesaian sengketa di desa. Sampai dengan praktek penyelesaian hukum di desa. Pelatihan ini dibimbing langsung oleh BPHN Kemenkumham,” tutur Ramliyanto.
Sementara itu, Sekretaris BPHN Audy Murfi menyampaikan, Paralegal Justice Award merupakan salah satu kegiatan dari BPHN Kemenkumham. Untuk memberikan penghargaan kepada kades/lurah yang telah menjalankan fungsinya dengan baik.
“Pelatihan ini dilakukan untuk menyongsong Paralegal Justice Award tahun 2024. Jatim satu-satunya daerah yang menyelenggarakan Pra Paralegal Award. Karena itu, kami berharap para peserta ini nantinya banyak yang berprestasi dalam penghargaan Paralegal Justice Award,” kata dia.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, melalui Pelatihan Pra Paralegal ini bukan berorientasi untuk awardingnya saja. Tapi bagaimana dapat memberikan rasa aman, nyaman dan ketentraman bagi masyarakat dilini paling bawah.
“Dengan cara ini, sehingga ketika ada sesuatu tidak sedikit-sedikit APH. Tidak semua harus masuk ke Pengadilan Negeri. Lewat cara ini, bukannya kami memberikan kelonggaran bagi hal-hal remeh. Seperti nyopet atau ‘ngutil’. Jika ada nilai pidana dan perdata maka tetap diselesaikan APH,” jelasnya.
Dengan cara itu, Khofifah memprediksi ada masyarakat yang kurang setuju dan mengatakan tidak adil. Menurutnya hal tersebut adalah suatu hal biasa. Sehingga ketika ada masyarakat yang bersedia menjadi mediator akan menjadi suatu hal penting.
“Apalagi kalau persolan keluarga, kalau terus dibiarkan bisa menajam dan meruncing. Kemudian sampai dengan broken home dan seterusnya. Melalui pelatihan ini, tentunya bukan hanya terkait perdana dan perdata saja,” imbuh Gubernur Khofifah.
Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, nantinya ada tempatnya, juru mediasi dan mediatornya. Untuk masalah tempat di lingkungan Kejati hingga Kejari telah menyiapkan Rumah Restorativ Justice. Baik berbasis desa maupun sekolah.
Sehingga jika timbul masalah di sekolah atau di desa tidak langsung ke APH. Terutama masalah-masalah yang bisa dimediasi. Sebab sudah ada juru damai, yang mencoba mencari solusi.
“Tapi kalau kaitannya dengan pidana dan perdata. Tetap harus menghadirkan Jaksa dan menghadirkan Kepolisian,” tuturnya.
Sementara itu, lanjut Khofifah, dari Kepolisian juga sudah ada Rumah Rembug. Lalu dari Pemprov Jatim, melalui Satpol PP terus melakukan aktivasi bagaimana siskamling bisa melakukan pengawasan warga. Sehingga ketentraman bisa dijaga dari dilini paling bawah.
“Karena di tingkat desa tidak ada perwakilan Jaksa. Maka kades/lurah menjadi penting untuk mendapatkan bekal dan ilmu pelatihan ini. Sehingga bisa menjadi juru damai dan mediator. Kemudian pada saatnya nanti, mereka dapat menjadi paralegal,” tutup Khofifah. (Ananto Wibowo)