Malang Post – Memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-95, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bekerjasama dengan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKAUB) Malang, menggelar talkshow Generasi Muda Lintas Agama dan Kepercayaan.
Acara yang dilaksanakan Selasa (31/10/2023) itu, ada ribuan peserta dari 72 lembaga yang hadir. Mereka memiliki latar belakang agama dan budaya yang berbeda.
Bahkan mereka juga saling bahu-membahu, memberikan penampilan yang mengangkat tema persatuan dan toleransi anak-anak muda.
Mulai dari tari nusantara, kuda lumping, pembacaan teks proklamasi, teatrikal dan lain sebagainya. Bahkan Rektor UMM, Prof. Fauzan, juga menyampaikan puisi menarik dalam rangkaian acara tersebut.
Turut hadir para pembicara nasional dalam talkshow tersebut. Yakni Kepala Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo. Begitupun dengan Asisten Deputi Revolusi Mental Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI), Maman Wijayan.
Romo Benny menjelaskan, penggunaan bahasa Indonesia menjadi salah satu faktor yang memperkuat keutuhan bangsa. Menjadi kekuatan bagi masyarakat Indonesia untuk bersatu, meski memiliki latar belakang suku, ras, serta agama yang berbeda.
“Komunikasi itu sangat penting. Kita punya satu bahasa pemersatu yakni bahasa Indonesia. Yang memiliki dampak rasa kekeluargaan yang sangat kuat.”
“Kita ambil contoh India yang sampai saat ini, masyarakatnya sulit bersatu. Karena tidak memiliki bahasa pemersatu seperti kita,” katanya.
Romo Benny juga memberikan apresiasi tinggi pada Kampus Putih. Menurutnya, meski UMM merupakan kampus berbasis Islam, namun mampu mengimplementasikan kerukukan antar umat beragama.
Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya rasa eksklusif pada diri sivitas akademika kampus putih, termasuk para anak mudanya.
Di sisi lain, Maman Wijayan menilai, kini generasi muda menghadapi tantangan pola pikir yang skeptis, sekaligus memasuki era post truth.
Maka, ia mewanti-wanti agar para pemuda selalu waspada terhadap musuh-musuh ideologi pancasila. Termasuk musuh yang kini tidak ada wujudnya secara fisik, namun dapat membahayakan pola pikir.
“Kalau zaman dulu sebelum kemerdekaan, sudah jelas musuh kita adalah penjajah. Namun saat ini, musuh kita sudah bertransformasi menjadi penjajah yang tidak terlihat.”
“Saya mewakili Kemenko PMK RI harus mengatakan kepada kalian semua, untuk tetap untuk berhati-hati dengan ideologi transnasional,” tegasnya.
Menurutnya, ideologi transnasional yang berbahaya tersebut, dapat memuncukan berbagai pandangan-pandangan yang menciptakan kembali neo-komunisme serta neo-liberalisme.
Apalagi mengingat bahwa ideologi ini, dapat mudah masuk ke anak-anak muda yang masih belum matang dalam alur logikanya.
“Maka, jangan bosan-bosan menambah ilmu dan memperkuat ideologi Pancasila. Pemikiran dengan alur logika yang kurang matang itu berbahaya. Apalagi jika tidak selektif dalam memilah informasi di era digital,” tegasnya mengakhiri. (M. Abd. Rahman rozzi)