Malang Post – Jumlah angka kekerasan anak di Kabupaten Malang terus meningkat. Dengan faktor ekonomi salah satu alasannya.
Bahkan per bulan Oktober 2023, total ada 87 kasus dengan 112 anak menjadi korban kekerasan.
Kepala UPTD PPA DP3A Kabupaten Malang, Ulfi Atka Ariari, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, menjelaskan hal tersebut.
Kata Atka, selain faktor ekonomi kekerasan anak dalam rumah tangga, juga disebabkan beberapa alasan lain. Seperti pola asuh yang kurang tepat, sehingga anak tidak memiliki konsep diri yang baik.
“Jadi anak mudah bergantung dengan orang lain atau pelaku, yang bertindak semena-mena pada anak itu,” katanya di acara yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Jumat (27/10/2023).
Atka menambahkan, pergaulan buruk pada anak juga mempengaruhi. Karena kebanyakan anak justru mengacu pada pergaulan dengan teman sebayanya, dalam bertindak di lingkup sosial.
Pihaknya juga mengaku, sejauh ini beberapa upaya sudah dilakukan, untuk menekan angka kasus kekerasan pada anak. Salah satunya dengan memberikan edukasi kepada korban dan keluarga.
“Selain edukasi juga dengan memberikan konseling, sampai bantuan modifikasi perilaku dengan teknik relaksasi. Bahkan ketika ada laporan kekerasan anak masuk, monitoring terus dilakukan dengan follow up secara berkala, terkait perkembangan kondisi yang dialami korban,” imbuhnya.
Atka berharap, ke depan masyarakat semakin menyadari dan berkomitmen untuk mengupayakan kerjasama, serta integrasi dalam penanganan kekerasan terhadap anak.
Di kesempatan yang sama, Wakil Dekan 1 Fakultas Psikologi Unmer Malang, sekaligus Pengurus HIMPSI Wilayah Jatim, Al Thuba Septa Priyangga Sari juga melihat, kondisi keuangan dalam keluarga memang mempengaruhi kondisi psikologis.
“Sebenarnya sehat tidaknya keuangan juga tergantung persepsi setiap orang. Ada yang beranggapan soal uang dengan biasa saja. Ada yang sangat memprioritaskan perihal uang dalam kehidupannya, atau bahkan ada yang acuh dengan soal kondisi uang karena merasa sudah stabil,” tegasnya.
Tapi selain kondisi finansial keluarga, tambahnya, relasi antara ayah dan ibu itu juga mempengaruhi. Jika sedang tidak baik baik saja, bisa mengarah pada tindakan kekerasan pada anak sebagai pelampiasan. Apalagi secara ekonomi anak itu masih tergantung dengan orang tua.
Sementara itu Financial Educator dan Founder of IC School, Ita Guntari menyampaikan, dalam rumah tangga perlu ada evaluasi financial yang dilakukan. Karena ini berkaitan dengan pengendalian stress.
“Penyusunan prioritas itu berarti mengklasifikasikan mana yang penting dan tidak penting. Untuk keputusan itu bisa didiskusikan antar orang tua,” katanya.
Ita menambahkan, untuk penerimaan keuangan (income) itu memang tergantung pada banyak hal. Misalnya jika berdagang maka tergantung ramai tidaknya pembelian.
Tapi manage keuangan bisa dilakukan dari pengeluaran. Jadi skala prioritas benar benar digunakan, supaya tidak ada istilah lebih besar pasak daripada tiang, yang bisa menimbulkan stres pada keluarga sampai mengarah ke kekerasan. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)