Malang Post – Belakangan ini kasus bullying atau perundungan, kian marak terjadi terutama di lingkup sekolah. Bahkan sudah menjadi menjadi sorotan publik. Ironisnya, lingkungan pendidikan yang sudah selayaknya menjadi ruang aman bagi siswa, justru menjadi tempat yang mengerikan.
Fenomena itu menarik perhatian Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Bayu Hendro Wicaksono, S.Pd., M.Ed., Ph.D.
Menurutnya, jika bullying semakin meningkat, maka akan terjadi ancaman kemunduran pendidikan. Kasus tersebut secara langsung mengafirmasi, saat ini masih ada kelompok yang kurang memahami komunikasi budaya yang tepat.
Bullying seringkali hanya terlihat seperti candaan sehari-hari, yang diucapkan kepada teman sebaya. Namun sayangnya, tindakan sederhana tersebut dapat menimbulkan dampak serius.
“Korban perundungan bisa mengalami luka psikis atau emosional yang menyakitkan. Dampak ini bisa berlangsung lama karena mempengaruhi ingatan jangka panjang mereka,” tegasnya.
Menurut Bayu, upaya pencegahan perundungan bisa dimulai dengan meningkatkan iklim sekolah, serta melibatkan guru-guru sebagai contoh komunikasi positif. Di samping itu, penegakan aturan juga harus tegas tanpa menambah tekanan siswa.
Adapula beberapa aspek yang harus menjadi fokus utama sekolah dalam mengurangi kasus bullying.
Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Bayu Hendro Wicaksono, S.Pd., M.Ed., Ph.D.
Pertama, pendidikan komunikatif dan kolaboratif yang dapat diintegrasikan dalam kurikulum. Hal ini dilakukan untuk mengenalkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana berkomunikasi dengan efektif.
Kedua, pemikiran kritis juga menjadi pondasi utama dalam membentuk pola pikir yang sehat.
“Siswa diajarkan untuk tidak mudah menerima informasi begitu saja. Tetapi mampu menganalisis informasi dan memahami berbagai perspektif sebelum membuat keputusan,” tambah dosen Program Studi Bahasa Inggris tersebut.
Bayu juga menyoroti pentingnya menerapkan konsep sekolah ramah anak, yang sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Sayangnya, banyak sekolah yang belum menerapkannya dengan masif.
Menurutnya, kurikulum pendidikan kini semakin detail, jumlah mata pelajaran bertambah, dan tekanan nilai belajar meningkat. Akibatnya, beban siswa pun semakin besar.
Di akhir Bayu menyampaikan, kunci menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung, bukan hanya dari segi akademik, tetapi juga dari segi kesejahteraan fisik dan mental siswanya.
“Melalui hal ini, sekolah dapat menjadi tempat yang aman dan produktif. Kemudian mampu mengarah pada perkembangan yang sehat bagi setiap siswa,” pungkasnya. (M Abd. Rahman Rozzi)