Malang Post – Serangkaian acara Labuh Sesaji diikuti tokoh dan warga masyarakat Kedungsalam Donomulyo Kabupaten Malang, Sabtu (30/9/2023). Berbagai rupa sesaji ini lalu dilarung di Gunung Kombang Pantai Ngliyep.
Sebelum dilarung ke laut pantai, ragam sesaji yang telah dipersiapkan diangkut menggunakan beberapa kotak kayu yang harus dipikul sedikitnya empat orang laki-laki. Secara bergantian, sesaji ini lalu dilempar ke laut, disertai panjatan doa selamatan dan keberkahan.
Dipimpin para pemangku adat setempat, sesaji dilarung dari atas Gunung Kombang Pantai Ngliyep. Tampak pula, Direktur Bisnis Perumda Jasa Yasa, Lazuardi Firdaus, turut melarung salah satu sesaji ke laut. Ritual upacara ini juga mengundang banyak wisatawan di pantai ini untuk melihat dan mengabadikannya.
Selain makanan dan buah hasil bumi, hewan seperti kerbau dan kambing juga turut dilarung dalam Labuhan Sesaji Gunung Kombang Pantai Ngliyep tersebut.
Namun, tidak semua bagian dari hewan tersebut yang dilarung, melainkan hanya bagian kepala, kulit, kaki, dan sebagian darahnya. Sedangkan, daging bagian tubuh dari hewan tersebut dimasak untuk disajikan ketika acara selamatan.
Agenda Labuh Sesaji ini sendiri dipimpin oleh Sujarwati, selaku pemangku adat setempat.
“Labuh Sesaji Gunung Kombang Pantai Ngliyep ini dilangsungkan setiap tahun sekali. Pada tahun 2023, agenda ini telah dilangsungkan ke-114,” ujarnya, Sabtu (30/9/2023).
Rangkaian labuh sesaji ini diawali dengan upacara adat di Rumah Lumbung yang berlokasi di Dukuh Krajan, Desa Kedungsalam, Donomulyo Kabupaten Malang. Selama rangkaian acara, para pengikut dan tamu undangan terlihat begitu khidmad mengikuti prosesi dan ritualnya.
Selain diikuti anak cucu dan para pengikut tradisi labuhan, agenda upacara juga dihadiri oleh jajaran Muspika, Kepala Desa, dan beberapa wisatawan. Setelah agenda upacara berakhir, para pengikut dan tamu undangan kemudian beranjak untuk menuju ke Pantai Ngliyep.
Sebelumnya, acara diawali dengan pembacaan sejarah Labuh Sesaji Gunung Kombang Pantai Ngliyep. Usai diakhiri dengan pembacaan doa, dilanjutkan dengan membawa sesaji yang hendak dilarung.
Para pengikut yang merupakan kalangan perempuan terlihat mengiringi dipikulnya sesaji dengan tabuhan lesung. Mereka juga terdengar menyanyikan tembang adat untuk mengiringi tabuhan lesung tersebut.
Dalam catatan sejarah tertulis, awal mula diadakannya tradisi Larung Sesaji lantaran di Desa Kedungsalam terjadi pagebluk kematian. Konon, pagebluk kematian lantaran ketika pagi ada warga yang menderita sakit, maka sore harinya meninggal dunia. Sebaliknya, jika sore mengalami sakit, keesokan paginya meninggal dunia.
Tokoh Desa Kedungsalam pada saat itu kemudian melangsungkan semadi di Gunung Kombang. Hasil dari semadi tersebut, Kepala Desa Kedungsalam pertama yakni Eyang Kiai Thalib dan Eyang Atun mendapat wangsit. Yakni mengadakan Larung Sesaji untuk mengusir pagebluk.
Hingga kini, Larung Sesaji masih terus dilestarikan. Dan, pada Sabtu (30/9/2023), Labuhan Sesaji Gunung Kombang Pantai Ngliyep telah dilangsungkan ke-114.
“Melalui Labuhan Sesaji ini kami meminta kepada Tuhan yang Maha Kuasa untuk meminta keselamatan, terutama keselamatan untuk anak cucu,” terang Sujarwati. (Choirul Amin)