Malang Post – Implementasi penanganan kasus Tuberkulosis (TBC) terus didorong agar memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) Layanan TBC. Ini mengingat resiko dan kasus positif TBC masih tinggi di Kabupaten Malang.
“Penanganan kasus TBC ada kenaikan, saat ini 61 persen, yang sudah tertangani dan diobati. Ini juga menunjukkan ada kebaikan SMP layanan TBC, dari terduga (suspect) TBC yang ditemukan,” terang Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Tri Awignani Astoeti, Senin (25/9/2023).
Terduga pengidap TBC ini, menurutnya bermula dari identifikasi berbagai pihak dan melibatkan pula lintas sektor. Ketika ditemukan terduga TBC ini, maka harus dilanjutkan penanganan dan pengobatan sampai sembuh.
“Kita terus berupaya mengeliminasi kasus TBC (mengurangi sampai tuntas) hingga 2030 mendatang. Upaya sudah dilakukan beberapa tahun terakhir, dan sejak 2022 juga dibantu relawan yang bernaung di Yabhysa ini,” tandasnya.
Yang dilakukan, lanjut Awig, seperti melakukan penyisiran ke rumah-rumah sakit atau faskes, untuk menemukan terduga TBC, yang mungkin tidak terlaporkan.
Menurutnya, saat ini tercatat sejumlah 2.277 kasus TBC yang sudah dilaporkan. Dan, 6 sampai 7 persennya, didapati mangkir atau tidak mau melanjutkan pengobatannya.
“Penanganan eliminasi TBC itu ada tiga indikator, mulai dari penemuan kasus, keberhasilan pengobatan, dan TPT atau pemberian terapi pencegahan pengobatan pada kontak erat TBC,” beber Awig.
Sasaran penanganan TBC sendiri, menurutnya paling penting adalah kontak serumah, selain kontak erat orang-orang di sekitar pengidap TBC.
Optimalisasi Layanan TBC melalui jejaring seperti yang juga dilakukan Yabhysa Peduli TBC Kabupaten Malang. Salah satu yang dilakukan, dengan pendampingan melalui relawan agar tidak terjadi kasus baru TBC atau yang mengalami mangkir pengobatan.
“Kita ada relawan kader yang terjun melakukan pendampingan, agar pengidap TBC ini bisa terlayani pengobatan sampai sembuh, tidak mangkir dari pengobatan yang dijalani. Ini menjadi fokus pendampingan kami,” terang Ketua Yabhysa Peduli TBC Kabupaten Malang, Herdiyana, Senin (25/9/2023).
Manajer Kasus Yabhisya Peduli TBC, Aditya Hari Pratama menambahkan, didapati angka putus pengobatan alias mangkir pada pengidap TBC. Jumlahnya, sekitar 36 pasien.
Dikatakan, kasus putus obat ini karena pihak pasien merasa malas berkali-kali berobat, atau menganggap sudah sembuh dari penyakitnya.
“Pengobatan TBC itu harus rutin enam bulan, dan semua diberikan gratis. Tetapi kadang ada yang baru 1-2 sudah merasa enak tubuhnya, dan beranggapan sudah sembuh. Nah, mereka ini yang kita sisir. Kami bahkan melayani sampai mengantarkan obatnya ke rumah mereka,” jelasnya.
Hal ini menurutnya sangat penting dilakukan. Karena, jika sampai tidak rutin berobat, dikhawatirkan tubuh pasien TBC justru resisten atau kenal dengan obat tersebut.
“Butuh masa pengobatan lebih lama lagi jika tubuh pasien TBC yang mangkir pengobatan resisten obat. Pengobatannya harus sampai 2 tahun untuk bisa dinyatakan sembuh,” demikian Aditya. (Choirul Amin)