Malang Post – Tim hukum Gabungan Aremania (TGA), Anjar Nawan Yusky, menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan putusan pembebasan dua tersangka kasus Tragedi Kanjuruhan, Kamis (24/8/2023) malam.
Meski mengakui menghormati putusan MA tersebut, menurutnya ada proses penanganan perkara Tragedi Kanjuruhan yang disesalkan, yang tentunya mengecewakan terutama pihak keluarga korban.
“Dari suara yang Saya dengar dari keluarga korban, putusan MA itu tidak sepenuhnya disambut dengan suka cita. Dalam artian, tentunya masih ada kekecewaan, karena putusan yang hanya 2 tahun dan 2,5 tahun penjara, tidak sebanding dengan ratusan korban jiwa (meninggal),” ungkap Anjar Nawan.
Korban jiwa ini, lanjutnya, dikarenakan tindakan pengamanan dengan menggunakan kekuatan berlebihan (excessive use of power), yang dilakukan aparat pada penonton.
Dikatakan, secara pribadi ia tetap mengapresiasi putusan MA, karena setidaknya telah menghadirkan rasa keadilan di tengah masyarakat. Terlebih, sebelumnya dua tersangka diputuskan bebas murni.
Selebihnya, menurutnya putusan MA ini sebatas itu, karena memang sejak awal proses penanganan hukum kasus Tragedi Kanjuruhan dianggapnya kurang serius.
Anjar mencontohkan, pasal yang disangkakan dari hasil penyidikan kepada palaku, hanya kelalaian atau alpa, dengan ancaman hukuman lebih ringan. Padahal, tim hukum TGA mengajukan pasal tuntutan lainnya.
“Yang kami tuntutkan sebenarnya lebih dari itu, sesuai fakta sebenarnya. Ya, bisa pasal pembunuhan, penganiayaan, atau juga seperti kekerasan terhadap anak, yang tentunya lebih tajam dan ancaman hukumannya lebih berat,” tandasnya.
Sementara, dari pihak kejaksaan sendiri dalam tuntutannya hanya lebih berat sedikit, yakni 3 tahun, dari ancaman maksimal 5 tahun.
“Ya, tidak mengagetkan kalau tuntutannya hanya segitu. Kalau memang berani, tuntut saja maksimal. Ini mengingat akibat perbuatan yang dilakukan pelaku,” sesal Anjar.
Dengan diputusnya 3 terdakwa pelaku dari aparat keamanan, ia berharap bisa menjadi pintu masuk bagi pengembangan perkara berikutnya, yang bisa menjerat tersangka lainnya.
“Termasuk, menjadi pintu masuk untuk melaksanakan eksekusi kewajiban restitusi yang sudah diputuskan LPSK yang menjadi hak korban,” demikian sekretaris DPC PERADI Malang ini. (Choirul Amin)