Malang Post – Ditetapkan jumlah warga miskin yang bisa menerima jaminan kesehatan PBID sejumlah 172 ribu jiwa, diharapkan valid dan tidak menimbulkan polemik baru.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Malang, Unggul Nugroho menyatakan, 172 ribu warga miskin yang ter-cover jaminan kesehatannya ini, sebenarnya masih memunculkan keraguan.
“Semoga saja sudah benar ya validitas-nya. Masalahnya, jumlah data yang didapatkan ini begitu cepat. Yang penting harus jelas by name by address,” kata Unggul menanggapi, Selasa (15/8/2023) malam.
Kekhawatiran dan keraguan Unggul ini bukan tanpa alasan, mengingat pendataan oleh pemkab Malang selama ini masih bisa dikatakan ada kelemahan.
Sebagai anggota dewan dua periode, menurutnya ia mendapatkan jumlah warga miskin sekitar 217 ribu akhir 2019 lalu. Sebelum UHC diperkenalkan Bupati Malang, lanjutnya, per 1 Februari 2023 tercatat sejumlah 181 ribu lebih jiwa yang dijamin kesehatannya oleh pemerintah daerah.
Ditambahkan, beberapa bulan sebelum penonaktifan kepesertaan PBID, muncul data sejumlah 470 ribu jiwa dari OPD terkait, untuk diusulkan ter-cover jaminan kesehatannya dalam UHC.
“Itu semua kan, menunjukkan jumlah data yang berganti-ganti. Dari jumlah awal warga miskin 181 ribu jiwa saja sebelum UHC (Februari 2023), dan sekarang ditetapkan hanya 172 ribu, kok selisihnya sangat banyak ya,” tanya Unggul.
Anggota DPRD Fraksi Gerindra ini juga menyesalkan, lemahnya pendataan yang dilakukan pemkab Malang. Ia teringat, pihaknya pernah menganggarkan hingga Rp 1,6 miliar pada 2016 kepada Dinas Sosial, hanya untuk pendataan saja.
Unggul juga meminta, sejumlah 172 jiwa warga miskin ini bisa secepatnya diaktifkan jaminan kesehatannya di BPJS Kesehatan. Selebihnya, Bupati Malang harus bisa meluruskan kebijakan soal cover pelayanan UHC kepada seluruh masyarakat.
“Bupati Malang sudah menimbulkan keresahan (menonaktifkan PBID) masyarakat. Sementara, masyarakat sudah memahami datang ke RS cukup dengan KTP. Itu harus direvisi, diluruskan, sampaikan secara secara terbuka,” tegas Unggul.
Senada, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Malang, A Saiful Effendi kenyataan, data jumlah warga miskin yang dicover PBID harus sudah bersih, dengan nama dan alamat yang jelas.
Hal ini, menurutnya karena terkait dengan pengalokasian anggaran yang harus disiapkan dalam APBD.
Sebaliknya, kata Saiful, dewan berharap tidak ada lagi klaim pembiayaan yang akan membebani APBD. Seperti, tanggungan tunggakan iuran akibat kepesertaan JKN yang mandiri.
“Jadi, semula banyak sekali peserta PBID, yang awalnya dari peserta mandiri, namun punya tunggakan. Ini menjadi beban klaim yang harus dibayar APBD. Kan bisa jebol anggaran kita,” tandas Saiful. (Choirul Amin)