
Malang Post – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), melalui Laboratorium Ilmu Politik. Menggelar: ‘Bincang Politik Nasional dan Rilis Hasil Survei Opini Publik Jawa Timur’. Kamis (10/8/2023) di Ruang Senat kampus setempat.
Sedang surveinya dilakukan di Jawa Timur. Diperoleh dari koresponden yang beragam.
Turut hadir sebagai pembicara, Pengamat Politik dan Guru Besar Ilmu Politik Unair, Prof. Dr. Kacung Marijan, MA. Ph.D; Peneliti Ahli Utama BRIN, Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A dan Pengamat Politik, Dr. Asep Nurjaman, M.Si.
Diskusi menarik itu, juga mengundang sederet perwakilan partai politik. Seperti PDIP, PKB, Demokrat, PKS dan beberapa lainnya.
Rektor UMM, Prof. Dr. Fauzan, MPd., mengapresiasi bincang politik nasional dan rilis hasil survei opini publik di Jawa Timur.
“Sesuai dengan judulnya, bincang santai. Tentu saja gayeng untuk membicarakan segala hal. Dan memang kita sengaja hadirkan Prof. Zuhro dan Prof. Kacung Marijan,” ujarnya
“Semoga politik kita ini tidak tegang, namun cair-cair saja. Ada istilah menarik dari Prof .Zuroh tadi, yaitu surplus keseriusan,” ungkapnya.

Sementara itu hasil survei yang dilakukan laboratorium UMM pada 800 orang, tersebar di Jawa Timur. Head to head pasangan capres-cawapres, jika Prabowo dipasangkan Muhadjir Efendi, 42,5 persen. Jika ditarungkan dengan Ganjar-Airlangga, 41,5 persen.
Lain hal dengan Prof. Siti Zuhro, salah satu pembicara. Yang mengaku tidak suka dengan lembaga survei.
“Saya tidak percaya, karena lembaga survei tidak pernah menggunggulkan perempuan. Apalagi kalau lembaga survei ditanya perihal ndoro funding,” ujarnya.
Terkait dengan survei, Siti Zuhro menganggap survei di Jawa Timur sangat santun.
“Jawa Timur dengan survei mendorong Muhammadiyah, untuk tampil gak kalem. Saya gemes pada Muhammadiyah. Yang tidak berani memunculkan tokohnya.”
“Survei ini tidak boleh salah dan tidak boleh bohong. Dan ini respon Jawa Timur, yang menyentil para tokoh Muhammadiyah untuk tampil karena masih ada waktu,” ujar Siti Zuhro.
Pada kesempatan ini, Siti Zuhro menginginkan NU dan Muhammadiyah bersatu.
Sementara itu, Kacung Marijan mengatakan, seringkali muncul fenomena split ticket voting pada pemilu.
Yakni konsep perilaku pemilih, ketika dihadapkan pada pilihan yang beragam dalam suatu pemilihan.
Hal ini biasanya terjadi saat tidak ada titik sambung, antara partai dan pilihan presiden. Kemungkinan hal ini kembali terjadi saat Pemilu 2024 nanti.
“Misalnya saja saat Pilpres 2019 lalu. Kita bisa melihat, tidak semua anggota PDIP waktu itu memilih Jokowi. Begitupun dengan Prabowo, yang tidak semua gen Z memilihnya,” katanya.
Disatu sisi, Dr. Asep Nurjaman menilai, dari hasil survei muncul keinginan dari masyarakat agar kader Muhammadiyah, bisa muncul ke permukaan. Salah satu yang sedang hangat adalah Muhadjir Effendy.
“Saya rasa ada kerinduan masyarakat, akan calon-calon yang punya upaya pengabdian dan ketulusan pada bangsa. Perasaan inilah yang seharusnya terus ditumbuhkan untuk mencegah munculnya fenomena money politic,” tegasnya.
Asep juga memberikan pandangan lain, terkait survei politik. Di negara lain, survei yang berdasarkan sampling, sudah ditinggalkan dan beralih pada penggunaan AI serta big data.
Berbagai kelebihan bisa didapat. Seperti misalnya pemetaan calon yang lebih akurat, karena tidak ada batasan data. Sehingga ia berharap partai politik dan lembaga survei juga bisa segera memanfaatkan teknologi terkait. (M. Abd. Rahman Rozzi)