Malang Post – Masyarakat Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu kembali melangsungkan tradisi unik. Tradisi itu bernama ‘ngudek jenang’ atau mengaduk bubur jenang. Tradisi itu dilaksanakan dalam rangka Metri Bumi. Serta memohon keselamatan kepada sang pencipta agar terhindar dari mara bahaya.
Kepala Desa Tulungrejo, Suliyono menyatakan, tradisi ngudek jenang merupakan salah satu bentuk warga desa nguri-uri budaya. Selain memohon keselamatan, lewat tradisi itu juga sebagai bentuk menjaga kerukunan warga desa.
“Meski begitu, yang paling penting dari tradisi ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada pencipta. Memohon selamat agar dijauhkan dari mara bahaya dan penyakit,” tutur Suliyono, Minggu (6/8/2023).
Dia juga menjelaskan, dari tradisi ngudek jenang tersebut. Juga punya filosofi kerukunan. Dimana seberat-beratnya adukan jenang, pasti akan menjadi ringan jika dilakukan bersama-sama.
“Ada filosofi dari ngudek jenang ini. Yakni seberat-berat mengaduk jenang itu, akan menjadi ringan jika dilakukan bersama. Karena jenang itu harus dimatangkan dengan sekuat tenaga. Dari situlah terciptanya guyub dan rukun,” paparnya.
Adonan jenang tersebut dibuat dari campuran tepung beras, tepung ketan, gula jawa, kelapa hingga jahe. Adonan ini ditempatkan di atas kompor atau pawon yang terbuat dari tanah liat.
“Nanti kalau jenang sudah matang. Akan dibungkus menggunakan daun pisang. Lalu jenang-jenang itu akan dibagikan kepada semua warga untuk disantap bersama,” imbuhnya.
Pada prosesi ngudek jenang yang dilaksanakan di Lapangan Translok, Dusun Wonorejo itu, Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai turut mencoba ngudek jenang bersama masyarakat. Dia mengaku baru pertama kali mengikuti tradisi seperti itu.
“Saya pertama kali ini jenang bareng. Saya juga baru melihat, tradisi yang mengedepankan kekompakan. Karena itu, tradisi ini perlu dilestarikan. Terutama dalam hal membangun kekompakan dan kegotongroyongan,” tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Aries, jenang bukan sekedar makanan khas yang digemari masyarakat Jawa. Namun jenang juga memiliki filosofi dan simbol yang diyakini sebagai doa, persatuan, harapan dan semangat.
Karena punya filosofi yang mendalam. Aries berharap tradisi ngudek jenang itu bisa terus dilestarikan. Agar semangat kekompakan dan persatuan masyarakat desa bisa semakin erat.
“Tradisi ini harus selalu diangkat dan dilestarikan. Untuk menjaga persatuan dan kedamaian desa,” tutur dia.
Setelah menjajal ngudek jenang untuk yang pertama kalinya. Dia mengungkapkan, ternyata tidak mudah ngudek jenang.
“Ternyata berat ngudek jenang. Sehingga betul-betul perlu kekompakan dan kebersamaan, sehingga hasilnya bagus. Kalau tidak dilakukan bersama-sama hasilnya tidak bagus,” tandasnya. (Ananto Wibowo)