Malang Post – Tingginya aktivitas kunjungan wisata ke Kota Batu. Sejalan dengan meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Baik Solar maupun Pertalite. Dengan adanya hal tersebut, menjadi perhatian Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Anggota Komite BPH Migas, Wahyudi Anas menyatakan, alokasi BBM di Kota Batu tidak hanya disalurkan untuk masyarakat di wilayah setempat saja. Namun juga untuk melayani kebutuhan BBM bagi para wisatawan.
“Dengan situasi seperi itu, kami berharap masyarakat bisa lebih paham. Dengan menyesuaikan pemanfaatan BBM antara kegiatan dan kebutuhan. Mengingat Kota Batu ini memiliki daya tarik wisata yang bagus dan banyak dikunjungi wisatawan,” ungkap Wahyudi.
Dalam paparannya, Wahyudi terus mewanti-wanti masyarakat Kota Batu, agar dalam konsumsi BBM Bio Solar dan Pertalite lebih efektif. Untuk mendukung kegiatan dan usaha yang prioritas dan produktif. Tujuannya agar Kota Batu sebagai destinasi wisata, lebih nyaman dan terjamin dari sisi kebutuhan BBM.
“Saat ini, kebutuhan BBM subsidi di daerah wisata menjadi perhatian pemerintah. Terutama untuk Bio Solar dan Pertalite,” jelas dia.
Dia menambahkan, pihaknya selalu berorientasi pada kemudahan akses dan konsumsi BBM bagi seluruh masyarakat. Peran masyarakat dan pemerintah daerah untuk menjaga kuota BBM dan melakukan pengawasan bersama. Tak kalah penting demi ketersediaan, penyaluran dan pengendalian BBM yang lebih baik dan tepat sasaran.
“BPH Migas selaku badan pengatur melakukan monitoring penyaluran dan pengawasan. Dengan fokus pada pendistribusian BBM hingga jaringan pipa gas bumi,” ungkapnya.
Sementara, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Batu, Sugeng Pramono menyampaikan, bahwa kebijakan hilir migas memiliki peran strategis. Dalam memastikan rantai pasok migas berjalan lancar. Sehingga dapat memberikan manfaat secara maksimal bagi masyarakat dan perekonomian daerah.
“Ini merupakan sebuah momen yang sangat berharga. Dalam upaya koordinasi pemerintah daerah den BPH Migas. Guna melakukan mitigasi dan mengatasi kelangkaan sektor migas. Oleh karena itu, sangat penting menciptakan kebijakan berdaya guna dan berkeadilan,” tandas Sugeng. (Ananto Wibowo)