Malang Post – Wakil Bupati Malang, Didik Gatot Subroto mengungkapkan alasan, mengapa penonaktifan kepesertaan JKN Pada warga Kabupaten Malang harus dilakukan.
Menurutnya, pemerintah Kabupaten Malang memang harus sangat berhati-hati, dalam memutuskan kebijakan menanggung pembiayaan premi JKN PBID, agar benar-benar tepat sasaran.
“Iya, kami masih dilakukan penyelarasan data, memverifikasi daftar sasaran, siapa saja warga penerima bantuan melalui PBID. Jika salah sasaran, khawatirnya nanti bisa menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” jelas Didik Gatot Subroto, Selasa (1/8/2023) malam.
Penyelarasan data sasaran PBID yang dimaksudnya, salah satunya memastikan tidak ada warga kategori mampu membayar iuran mandiri. Termasuk, pelaku usaha atau warga yang sebenarnya mampu, namun kebetulan masih tercatat sebagai KPM bansos.
“Dengan jumlah kepesertaan sekarang, premi iuran PBID yang harus ditanggung APBD sekitar Rp200 miliar setahunnya. Kalau penerima PBID salah sasaran, tentu bisa jadi temuan,” ulang Wabup.
Sebaliknya, kata Wabup, harus ada pertanggungjawaban ketika tetap membayarkan premi PBID. Namun penerimanya ternyata sudah meninggal. Diakuinya, sempat ditemukan tercatat setidaknya 51 ribu warga penerima iuran, namun sudah meninggal dunia dan masih aktif NIK-nya.
“Jumlah warga penerima iuran (PBID) yang harus diselaraskan memang masih berubah-ubah. Namun, kami minta batas waktu penyelarasan data ini tuntas dalam waktu 1 sampai 1,5 bulan ke depan. Ini Saya sedang memimpin rapat terkait masalah ini,” tandas Didik.
Terkait hal ini, lanjutnya, pihaknya meminta lintas OPD bekerja menuntaskan data fixed penerima PBID. Diantaranya, Disperindag, Dinkop UMKM, Disnaker, termasuk pula Dispendukcapil dan Dinas Sosial.
Selama masa penonaktifan kepesertaan PBID ini, Pemkab Malang sendiri memastikan kesehatan masyarakat tetap terlayani di Puskesmas, RSUD Kanjuruhan, dan RSUD Lawang. (Choirul Amin)