Malang Post – Dalam membangun speed hump (polisi tidur) harusnya memperhatikan aturan. Termasuk dari segi ergonomisnya.
Yang dimaksud ergonomis adalah dari segi segi manfaatnya, kenyamanan, kemudahan, keamanan, sampai nilai estetikanya.
Hal itu disampaikan Pakar Transportasi UB, Ir. Sugiono, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM dan Youtube Channel Arema TV, Rabu (19/7/2023).
Kalau sesuai aturan, jelasnya, ketinggian speed hump itu 150 milimeter dan ketinggiannya 12 cm. Jadi tidak terlalu kecil dan juga tidak terlalu besar.
“Sehingga pengendara yang melintas, tetap merasa nyaman dan aman. Dalam membangun pun untuk tingkatan daerah, seperti RT dan RW, harusnya ada kerjasama dengan pakar transportasi, supaya ada arahan juga,” katanya.
Terlebih-lebih, Sugiono juga menyebut, tidak semua jalan perlu dilakukan pembuatan polisi tidur atau speed hump.
Karena keberadaan speed hump itu, diperuntukan daerah-daerah yang memang rawan dan tidak disarankan kendaraan yang melintas dengan kecepatan tinggi.
“Bahkan ada daerah jika diberi speed hump, justru bisa menimbulkan kecelakaan. Jadi ke depan harusnya ada sosialisasi pada masyarakat, soal pembuatan speed hump, speed bump maupun speed trap,” sebutnya lagi.
Sugiono menambahkan, untuk beberapa speed hump yang sekarang sudah terlanjur dibuat, harus dibahas untuk selanjutnya. Sehingga bisa diklasifikasi mana yang memang butuh dan tidak.
“Pada intinya, pembuatan speed hump atau polisi tidur, perlu memperhatikan aturan dimensinya. Sehingga keberadaanya tidak mencelakai pengguna jalan dan masyarakat lainnya yang ada di sekitar,” imbuhnya.
Dia pun lantas menyebut, Permenhub nomor 14 tahun 2021, yang mengatur secara detail, harusnya bagaimana pembuatan speed hump. Dengan mempertimbangkan keselamatan pengendara sekitar.
Bahkan harusnya keberadaan pejalan kaki, tambahnya, juga harus diperhitungkan. Sehingga pembuataan tidak asal-asalan. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)