Oleh: Dahlan Iskan
JULI belum lagi tanggal 10. Hujan sudah datang lagi. Lebat. Panjang. Di mana-mana. Sampai heboh di medsos. Lumajang banjir besar. Bali banjir besar.
Hujan apakah ini?
Harusnya musim hujan 2022/2023 sudah lewat. Berakhir dua bulan lalu. Harusnya, musim hujan yang akan datang belum tiba. Masih jauh. Oktober depan.
Jumat-Sabtu lalu di Lumajang, Jatim, hujan tidak berhenti. Dua hari. Siang-malam. Hanya reda sebentar menjelang tengah hari. “Habis Jumatan hujan lebat lagi. Sampai Sabtu. Tidak ada redanya. Listrik padam,” ujar Imam, sahabat Disway di lereng gunung Semeru.
Anda sudah bisa menebak cerita selanjutnya: lahar yang selama dua tahun terakhir menumpuk di puncak Semeru pun runtuh. Longsor. Hanyut bersama air hujan. Mengalir deras ke arah sungai Regoyo. Disebut juga sungai Mujur.
Sungai Mujur inilah yang selalu memberikan kemujuran penduduk sekitar. Sungai ini menjadi sumber pasir kelas 1 yang tidak habis-habisnya. Terus dikeruk. Tidak bisa habis. Belum lagi tampak berkurang sudah ada banjir pasir baru dari puncak Semeru.
Sesekali banjir campur pasir itu terlalu besar. Sungai Mujur membawa kemalangan. Sampai menghanyutkan rumah penduduknya. Termasuk ke isinya. Pun manusianya. Bahkan juga jembatan-jembatan yang dilewatinya.
Sabtu sore kemarin beberapa rumah roboh. Hanyut. Empat orang hilang. Termasuk satu keluarga muda: suami-istri-anak.
Satu jembatan gantung juga runtuh. Tali penggantung jembatan itu putus. Videonya beredar di medsos. Terasa mengerikan.
Jembatan ini baru: belum setahun. Bahkan belum lagi genap 7 bulan. Panjangnya 120 meter. Yang membangunnya kementerian PUPR.
Jangan salah: ini bukan jembatan baru yang di jalur utama lintas selatan. Itu jembatan desa. Sebagai hadiah tambahan untuk Lumajang yang kala itu baru saja menderita akibat letusan Semeru dua tahun lalu.
Hadiah utamanya adalah jembatan besar di Piket Nol. Yang hancur akibat banjir lahar dua tahun lalu. Jembatan besar ini selamat. Banjir lahar kali ini tidak sebesar dua tahun lalu.
Letak jembatan gantung yang roboh itu memang tidak jauh dari hadiah utama tadi. Maka banyak yang mengira jembatan baru yang menghubungkan Malang dan Lumajang itulah yang roboh.
Tidak. Jalur selatan tetap aman.
Jembatan hadiah itu penting bagi penduduk dua RT di sana. Dua RT itu memang terisolasi di seberang sungai. Terisolasi benar juga tidak. Kalau lagi tidak ada banjir penduduk bisa melintasi sungai. Caranya: lewat dam beton yang melintang di sungai. Itulah dam menahan pasir.
Pun jembatan gantung itu tidak untuk mobil. Tidak ada yang punya mobil di dua RT tersebut. Itu jembatan untuk pejalan kaki dan sepeda motor. “Perbaikannya bisa cepat. Tinggal mengadakan tali baru. Fondasinya masih aman. Tidak bergeser,” ujar Bupati Lumajang Thoriqul Haq.
Salah satu rumah yang roboh kemarin membuat Thoriqul Haq mencari jalan lain –meski thoriqul haq sudah punya arti ”jalan yang benar”. Pemilik rumah itu sebenarnya sudah punya rumah baru. Yang diberikan pemerintah secara gratis. Yakni di kompleks perumahan korban Semeru yang lalu (Disway November 2021).
Rumah itu tidak ditempati. Alasannya: jauh dari pekerjaan. Tinggal 15 orang yang belum mau menempati rumah rumah bantuan tersebut.
Sepanjang hari Minggu kemarin Lumajang terang. Langit belum cerah tapi tidak ada lagi hujan. Dalam bahasa orang desa di sana, “begitu mayat empat orang korban ditemukan, hujan berhenti”. Sungguh bahasa yang penuh dengan misteri lokal.
Bupati Thoriq kemarin keliling desa di lereng Semeru itu. Ia juga menangkap omongan orang awam yang perlu direnungkan. Kata mereka: “Semeru ini semakin tua. Makin sulit dimengerti. Maka kita yang harus lebih mengerti seperti apa Semeru tua itu”.
Seperti apa?
“Mulutnya semakin lebar,” kata mereka. Itu bisa mereka lihat dari bawah. Terutama sejak longsornya bibir puncak Semeru. Berarti Semeru tua semakin ”ndomble”.
Itu berarti Semeru akan semakin ”cerewet”. Ketika mulutnya masih kecil, sedikit lahar yang jadi banjir. Lewat mulutnya yang lebih lebar bisa jadi kian banyak muntahan laharnya.
Para insinyur kelihatannya harus lebih mengerti kelakuan Semeru yang kian ndomble. Mungkin perlu tali jembatan gantung yang lebih kuat.
Jadi, hujan apakah yang deras di bulan Juli ini?
Saya harus diskusi dulu dengan sahabat Disway di Badan Meteorologi. Yang jelas petani kembali senang. Inilah tahun ke lima tidak ada kemarau panjang.
Luar biasa.
Loyalis Presiden Jokowi bisa klaim berita baik ini: inilah bukti Tuhan sayang kepada Presiden Jokowi. Selama lima tahun petani bisa panen padi tiga kali. (*)