Penundaan pemilu menjadi isu yang kontroversial dalam konteks demokrasi di
Indonesia. Pada pandangan awal, penundaan pemilu dapat dilihat sebagai langkah yang
melindungi kepentingan masyarakat, namun dalam hal ini, perlu dipertanyakan, penundaan
pemilu benar-benar menguntungkan siapa? Tulisan ini akan membahas pandangan kita
terkait penundaan pemilu di Indonesia, dengan menyoroti pemahaman yang beragam
tentang kepentingan masyarakat dan kelangsungan demokrasi.
Pada tanggal 3 Maret 2023, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan
gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dengan nomor register 757/Pdt. G/2022/PN Jkt. Pst. Keputusan ini berdampak pada
penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Gugatan ini telah diajukan sejak 8 Desember
Namun, pertanyaannya adalah, untuk siapa sebenarnya penundaan pemilu ini?
Penundaan pemilu merupakan keputusan yang memiliki dampak signifikan bagi
proses demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, alasan di balik penundaan ini haruslah
transparan dan berlandaskan pada kepentingan masyarakat. Dalam konteks ini, muncul
berbagai argumen yang perlu diperhatikan.
Pertama, argumen kepentingan Partai Prima : Partai Rakyat Adil Makmur (Partai
Prima) selaku partai politik yang mengajukan gugatan terhadap KPU untuk menunda pemilu
Partai Prima mungkin berpendapat bahwa penundaan tersebut akan memberikan
mereka lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri, mengorganisir kembali partai
mereka, atau melaksanakan perubahan yang diperlukan untuk menghadapi kontestasi
politik yang lebih kompetitif.
Kedua, argumen masyarakat sebagai pemegang kepentingan utama dalam proses
demokrasi sangat perlu diperhatikan. Penundaan pemilu yang diatur oleh pengadilan
haruslah mempertimbangkan kepentingan dan harapan masyarakat. Hal ini berkaitan
dengan hak masyarakat dalam memilih para wakil mereka yang akan menyuarakan aspirasi
dan kepentingan rakyat di lembaga legislatif serta eksekutif. Penundaan pemilu haruslah
dikaji secara cermat untuk memastikan bahwa keputusan ini sejalan dengan kepentingan
masyarakat secara menyeluruh.
Ketiga, argumen Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana agenda pemilu
memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilu dengan profesional serta
transparansi yang tinggi. Dalam konteks penundaan pemilu, KPU perlu menunjukkan alasan
yang kuat dan meyakinkan bagi penundaan tersebut. Argumen yang mungkin akan diajukan
oleh KPU adalah terkait dengan kesiapan teknis, logistik, atau masalah keamanan yang
membutuhkan waktu tambahan untuk diatasi sebelum pemilu dapat diselenggarakan.
Keempat, argumen para akademisi serta ahli yang perlu dipertimbangkan karena
sudut pandang akademisi di bidang politik mungkin akan berpendapat jika penundaan ini
memberikan kesempatan untuk penyempurnaan regulasi serta sistem pemilu yang ada.
Evaluasi menyeluruh terhadap proses pemilu sebelumnya dapat dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi, integritas, serta partisipasi dalam pemilu mendatang.
Jika akan diambil keputusan tentang penundaan pemilu, semua argumen di atas
harus dievaluasi secara holistik. Putusan pengadilan harus memperhitungkan kepentingan
partai politik, masyarakat, kesiapan KPU, serta pandangan akademisi dan ahli. Tujuan
utama penundaan haruslah untuk memastikan proses demokrasi yang sehat dan adil di
Indonesia.
Penundaan pemilu juga harus memperhatikan batasan waktu yang ditetapkan dalam
undang-undang. Penundaan yang terlalu lama atau tanpa alasan yang jelas dapat
menimbulkan keraguan terhadap kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan pemilu
yang demokratis.
Jika kita melihat perkembangan terbaru pada 11 April 2023, Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta telah memutuskan untuk membatalkan putusan perkara perdata antara Partai
Rakyat Adil Makmur (Prima) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tahapan pemilihan
umum (Pemilu) 2024. PT DKI Jakarta mengabulkan banding yang diajukan oleh KPU atas
putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat nomor perkara 757/Pdt.G/2022/PT.Jkt.Pst
yang sebelumnya memerintahkan KPU untuk menunda tahapan pemilu.
Keputusan PT DKI Jakarta ini mengindikasikan adanya perubahan dalam
perkembangan kasus terkait penundaan pemilu. Meskipun sebelumnya PN Jakarta Pusat
mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan KPU untuk menunda tahapan
pemilu, putusan PT DKI Jakarta membatalkan putusan tersebut. PT DKI Jakarta juga
menyatakan bahwa PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara
ini.
Dalam konteks ini, perlu diakui bahwa proses hukum seringkali melibatkan berbagai
putusan dan peninjauan ulang oleh instansi peradilan yang berbeda. Putusan PT DKI
Jakarta menunjukkan pentingnya kebebasan berpendapat, pembelaan hukum yang kuat,
serta peran independen dari lembaga peradilan dalam menyelesaikan perselisihan hukum.
Namun, dampak dari putusan PT DKI Jakarta terhadap penundaan pemilu masih
harus dievaluasi.
Kembali ke tahapan sebelumnya yang tidak melibatkan penundaan atau
melanjutkan rencana penundaan yang telah diperintahkan PN Jakarta Pusat akan menjadi
pertimbangan yang harus dipertimbangkan secara seksama. Keputusan akhir tentang
penundaan pemilu haruslah didasarkan pada pertimbangan yang memperhatikan
kepentingan masyarakat, ketentuan hukum yang berlaku, dan integritas proses demokrasi di
Indonesia.(*)
Penulis : Qonitah Nursyifa Kauniyah Mahasiwi Universitas Brawijaya Malang
Top