Malang Post – Tujuh lapak PKL yang menempati fasilitas umum, di Villa Gunung Buring, Kamis (8/6/2023) pagi, berhasil digusur.
Tim gabungan yang melaksanakan tugas tersebut, harus menunggu cukup lama. Lantaran permasalahan itu sudah muncul sejak Desember 2021.
Kabid Trantibum Satpol PP Kota Malang, Rahmat Hidayat menjelaskan, sebelum dilakukan upaya penggusuran atau merobohkan tujuh PKL tersebut, berbagai upaya persuasif sudah dilakukan.
“Awalnya ada laporan warga. Ada fasum yang dimanfaatkan oleh tujuh orang PKL. Akhirnya kita telusuri status kepemilikannya. Lalu dilakukan mediasi, hampir setahun setengah dengan para pihak. Tapi tidak menemukan solusinya,” jelas Rahmat, saat di lokasi penggusuran, Villa Gunung Buring, RW 2 Cemorokandang, Kedungkandang, Kamis (8/06/2023).
Upaya penggusuran itu pun, sempat ditolak para PKL. Mereka beralasan, lahan yang ditempati pelapak itu, adalah pemberian pengembang perumahan, yakni PT Bukit Barisan.
“Padahal prasarana dan sarana utilitas umum (PSU) dari pengembang perumahan, telah diserahkan kepada Pemkot Malang pada 2002 silam. Sehingga ini menjadi kewenangan kami sebagai penegak Perda untuk menertibkannya,” ungkap Rahmat.
Apalagi sebelum dilakukan penggusuran, pihaknya telah beberapa kali mengundang untuk mediasi. Baik itu dari pengembang, PKL dan pihak warga yang melaporkannya sekaligus. Semuanya duduk bersama saat itu di Kantor Satpol PP.
“Mereka (PKL) menyatakan siap membongkar sendiri lapaknya. Manakala yang memintanya adalah pengembang. Namun setelah dibuktikan penyerahan dari pengembang kepada Pemkot. Pengembang pun menyerahkan sepenuhnya pada Pemkot,” kata Rahmat.
Saat pertemuannya berlangsung pada Desember 2022 lalu. Dikemukakan Rahmat, pihaknya telah memberikan kesempatan membongkarnya sendiri lapaknya. Dengan rentang waktu sekitar dua bulan.
“Tapi kenyataannya hingga saat ini tidak dilakukan sendiri. Bahkan terkesan mengingkari janjinya sendiri, dari kesepakatan bersama saat rapat pertemuan. Sesuai berita acara yang kita buat,” tambahnya.
Sehingga apa yang dilakukan oleh tim gabungan Satpol PP, TNI/Polri, DLH, BKAD dan OPD lainnya. Berdasarkan surat perintah penugasan dari pimpinan, serta dilakukan secara prosedural melalui tahapan sebelumnya.
“Kami menjalankan amanat Perda nomor 2 tahun 2012. Khususnya pasal 21, fasum dilarang untuk digunakan kepentingan pribadi. Terkecuali atas se izin Wali Kota Malang. Pasca penggusuran ini, selanjutnya akan diisi dengan program ruang terbuka hijau (RTH),” tegasnya.
Sementara itu Ketua RW 2 Cemorokandang, Dharmayudi, menyebut, awalnya tidak ada gelojak dari warga. Terkait dengan keberadaan tujuh PKL tersebut.
Permasalahan baru muncul, setelah ada warga yang membangun rumah. Yakni sekitar setahun terakhir.
“Mulai ada gejolak atau omongan kurang kondusif. Kami paham yang melaporkan adalah Solikin. Terkait penggusuran lapak warga di sini. Karena Solikin ini bertujuan untuk dijadikan jembatan menuju ruko yang dibangunnya,” tukas Yudi.
Warga pemilik lapak menolak penggusuran, jelasnya, karena mereka akan dipindah ke dalam. Yang akan menempati lapak baru milik Solikin. Dan pemilik lapak dikenai biaya sewa. Hal inilah yang tidak diinginkan oleh para PKL.
“PKL itu sudah puluhan tahun berjualan di sini. Semuanya tidak ada biaya apapun. Jadi kami pun mempertanyakan penggusuran ini,” imbuhnya.
Karena jika sudah digusur, lanjut Yudi, nasib PKL ini mau dikemanakan. Pastinya harus ada pengganti lokasi lainnya. Jadi tidak sekedar menggusur begitu saja.
“Kami berharap Pemkot Malang, harus bisa bersikap adil. Ketika mendengarkan keluhan warga, jangan hanya sepihak. Apalagi jika harus melakukan penertiban. Harus juga dipikirkan nasib PKL selanjutnya,” pungkasnya. (Iwan – Ra Indrata)