Malang Post – Umurnya memang baru seumur jagung. Yaitu, berdiri sejak 1920. Tetapi perkembangan anggota dan produktivitas asosiasi ini sangat luar biasa. Asosiasi itu adalah Asosiasi Eco-Printer Indonesia (AEPI).
Menurut Ketua AEPI pusat, Puthut Ardianto, kini anggota AEPI sudah ribuan orang. Tersebar di sembilan wilayah (provinsi). Termasuk di Malang Raya.
Puthut pun menjelaskan tentang eco-print agar masyarakat mengerti. Eco-print adalah seni membuat motif dengan bahan dari daun, kayu atau bunga dalam media bisa kain, kertas, kulit maupun bambu.
Ecoprint dari kata ekologi dan print (cetak). Semua bahan dari alam. Seperti daun, bunga dan lainnya. “Jadi beda antara ecoprint dengan batik. Kalau batik pakai malam, sedang ecoprint sama sekali tidak pakai malam,” paparnya.
Soal motif terserah dari masing-masing individu. Mereka bisa membikin motif dari gabungan berbagai daun dan bunga dari tanaman yang ada. Bisa daun jati, daun ecalyptus (kayu putih), daun kenikir dan lainnya. Juga bisa dari beraneka bunga.
Saat ini antusiasme masyarakat sangat luar biasa. Bahkan, banyak wisatawan yang tertarik. Seni kriya ini juga telah mendapat perhatian pemerintah. Contoh di Yogyakarta, motif ecoprint masuk salah satu pakaian wajib yang dikenakan aparatur sipil negara (ASN) setempat, selain motif batik, lurik dan lainnnya. “Semoga daerah lain meniru pemerintah daerah di Yogyakarta,” kata Puthut.
Terkait sosialisasi ecoprint, Puthut menjelaskan, selain lewat pelatihan-pelatihan, pihaknya juga menggelar pameran. Juga pada event-event seperti halal bi halal di Kebun Teh Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang, yang digelar Sabtu (20/5), pantia memanfaatkannya untuk meningkatkan keterampilan ecoprint.
Puthut juga memaparkan, kini produk seni ecoprint tak hanya diminati wisatawan lokal, tetapi juga wisatawan mancanegara. Kunjungan dan daya beli wisatawan asing di galeri-galeri ecoprint dari tahun ke tahun terus menunjukkan trend peningkatan.
“Masyarakat maupun wisatawan asing bisa mengunjungi produk-produk ecoprint lewat digital market atau datang langsung di galeri kami. Digital market mempermudah mereka untuk melihat berbagai motif ecoprint dan membelinya secara online,” paparnya.
Sementara Ketua AEPI Jatim, Riamah M Douliat, bersyukur perkembangan ecoprint di Jatim, utamanya Malang Raya, terus berkembang pesat. Kini di Jatim jumlahnya sudah ratusan anggota.
Karena itu, mempererat tali silaturahmi antar sesama anggota AEPI Jatim, maka digelarlah halal bi halal ini. Kegiatan ini juga untuk mengenalkan ecoprint, karya ramah lingkungan, kepada.masyarakat luas.
Selain itu, untuk meningkatkan teknik dan kemampuan ecoprinter dalam membuat karya ecoprint yang lebih berkualitas. “Kami mengajak ecoprinter untuk eksplore dan menggunakan daun yang ada di sekitar wilayah ecoprinter. Kali ini kami akan ngeco bareng dengan daun teh di atas syal tenun ATBM serat miring,” ujarnya.
Pihaknya mengajak dan menyuarakan kepada anggota untuk selalu bijak dalam memetik dan menggunakan bahan alam dalam proses ecoprint. “Dalam halal bi halal ini kami mengajak ecoprinter untuk berwisata menikmati indahnya alam di Agrowisata Wonosari, Kabupaten Malang,” kata Riamah.
Juga memperkenalkan dan menambah pengetahuan berbagai macam tanaman teh dan jenis-jenis teh yang merupakan kekayaan alam Indonesia. Ngeco bareng kemarin lalu diikuti oleh 80 peserta dari seluruh wilayah Jatim.
“Memang tidak semua anggota bisa hadir di acara ini karena berbagai kesibukan masing-masing. Namun kami yakin Next Time Better, masih ada waktu yang lebih indah. Yang Insya Allah akan lebih banyak lagi saudara-saudara kita yang bisa menghadiri event-event yang digelar AEPI Jatim,” pungkasnya.
Pantauan Malang Post, mereka tak hanya praktik membikin ecoprint di atas kain, tetapi juga bertukar kado produk seni ecoprint. Benar-benar acara yang mengasyikkan.(Eka Nurcahyo)