Malang Post – Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan bagi umat Islam. Maka disunnahkan untuk memperbanyak melakukan ibadah.
Bahkan ada satu kewajiban yang harus dilaksanakan. Yakni ibadah puasa dengan tujuan utama meraih ketakwaan.
Maka, wajar jika kaum muslimin berlomba-lomba untuk memaksimalkan ibadah baik yang wajib ataupun yang disunnahkan.
Dr Ifa Mufida (Dokter Poliklinik UM) berkesempatan menjelaskan manfaat puasa dari sisi medis dan kesehatan.
Menurutnya, dalam pelaksanaan ibadah puasa, akan terjadi perubahan siklus hidup dari kaum muslim.
Mereka mengalami perubahan pola makan, pola tidur, bahkan aktivitas fisik sehari-hari. Hal ini, tentunya menyebabkan adanya perubahan terhadap tubuh.
Perubahan itu, bisa ditinjau dari beberapa kondisi. Antara lain berupa perubahan fisiologi. Yakni berhubungan dengan fungsi organ dan kondisi tubuh dari sisi komposisi.
Kemudian berupa perubahan di dalam darah dan cairan tubuh, yang dikenal juga perubahan hematologi.
Ketika berpuasa, perubahan yang terjadi di dalam tubuh berbeda-beda. Tergantung berapa lama kita berpuasa.
Untuk wilayah Indonesia, rata-rata umat Islam berpuasa 14 jam lamanya. Secara fisiologis, tubuh sebenarnya dikatakan benar-benar masuk di dalam “fase berpuasa” setelah 8 jam dari waktu sahur.
Hal ini dikarenakan, usus bisa secara sempurna menyerap berbagai nutrisi dari makanan selama waktu tersebut.
Bisa dikatakan juga, pada 8 jam awal setelah sahur, sebenarnya tubuh masih mendapatkan nutrisi dari makanan yang dimakan sebelumnya.
Namun setelah 8 jam, maka glukosa yang berasal dari penyerapan usus telah habis.
Selanjutnya, ada mekanisme tubuh untuk mencari sumber glukosa dari dari cadangan-cadangan yang tersimpan dari dalam tubuh.
Maka, cadangan yang pertama dibakar adalah cadangan glukosa dalam bentuk glikogen yang ada di dalam liver dan otot.
Hal ini menjadikan seseorang yang berpuasa masih mendapatkan pasokan energi. Meski nutrisi di dalam usus sudah sempurna diserap.
Setelah penyimpanan glukosa di liver habis, maka lemaklah yang menjadi sumber energi selanjutnya.
Namun sebenarnya, penyimpanan glukosa di liver tidak dihabiskan semua. Masih ada sisa sebagai cadangan energi jika dibutuhkan sewaktu-waktu.
Jika puasa dilakukan berkepanjangan, tubuh akhirnya menggunakan protein sebagai sumber energi. Namun, penggunaan protein sebagai sumber energi tidaklah sehat.
Hal ini dikarenakan, protein yang dipecah berasal dari otot. Sehingga otot lama kelamaan menjadi lemah dan mengecil.
Tetapi pada puasa Ramadhan, kita hanya berpuasa selama kurang lebih 13-14 jam. Pada waktu tersebut, masih di dalam fase pemecahan cadangan dari sumber asam lemak.
Yakni, masih di dalam rentang pergantian sumber energi kedua. Adalah dari cadangan liver ke cadangan asam lemak.
Kondisi inilah yang menjadikan puasa Ramadhan diyakini memiliki banyak manfaat. Sekaligus banyak penelitian yang menyebutkan bahwa seseorang akan semakin sehat setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Hal ini dikarenakan pemecahan lemak di dalam tubuh sebagai sumber energi akan sangat bermanfaat di dalam penurunan berat badan.
Konsep puasa ini akhirnya juga banyak dipakai untuk pengendalian berat badan yang populer dikenal dengan istilah intermitten fasting. (M Abd Rahman Rozzi-Januar Triwahyudi-Bersambung)