Malang Post – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Batu Wisata Resource (BWR) sebenarnya digadang-gadang mampu meningkatkan Pendapat Asli Daerah (PAD) Kota Batu. Namun sayangnya, hingga saat ini BUMD itu belum juga menghasilkan sesuatu yang mantap.
Berdasarkan data yang dihimpun, dari penyertaan modal dalam kurun waktu tahun 2016-2017 sebesar Rp 7 miliar. Laba yang dicatat BWR hanya Rp 200 juta saja dalam kurun waktu 2016-2019. Rinciannya laba yang dihasilkan pada 2016 Rp 36 juta dan tahun 2019 Rp 74 juta, kemudian pada tahun 2020 sebesar Rp 89 juta.
Saat ini operasional BUMD itu juga tengah mandek. Sebab saat ini tengah dilakukan audit oleh akuntan publik. “Sejak Dirut BWR terpilih mengundurkan diri (Mohammad Reza Januar.red) sudah dilakukan RUPS. Hasilnya operasional BWR tak bisa dijalankan sementara waktu, karena tidak adanya Dirut definitif. Selain itu, juga perlu dilakukan audit BWR oleh akuntan publik,” ujar Komisaris BWR Kota Batu, Aries Setiawan, Kamis, (9/3).
Sebelum hasil audit dari akuntan publik keluar. Maka segala kegiatan BWR harus berhenti sementara. Hingga hasil auditnya keluar. Proses audit oleh akuntan publik itu akan berjalan selam tiga bulan. Dimana saat ini prosesnya baru berjalan satu bulan.
“Setelah hasil keluar, kami akan lakukan RUPS lagi. Untuk mengambil tindak lanjut seperti apa kedepannya,” katanya.
Aries juga membeberkan, hasil laporan terakhir sisa uang penyertaan modal BWR di tahun 2021 tinggal Rp 170 juta. Uang tersebut saat ini masih tersimpan di Bank Jatim dan tidak bisa digunakan hingga ada Dirut definitif.
Perlu diketahui selama BWR berdiri diduga telah mendapat kucuran dana penyertaan modal senilai Rp 11 miliar. Pada kurun waktu 2016-2017 saja, BWR mendapat kucuran modal sebesar Rp 7 miliar. Rinciannya penyaluran awal dilakukan pada tahun 2016 sebesar Rp 3 miliar. Berlanjut pada tahun 2017 sebesar Rp 3 miliar. Kemudian ditambah lagi senilai Rp 1 miliar saat PAK APBD 2017.
Anggota Komisi B DPRD Kota Batu, Syaifuddin menyatakan, direksi BWR tak pernah memberikan laporan pertanggungjawaban secara detail kepada pihak legislatif. Padahal pihaknya turut menyetujui kucuran penyertaan modal tersebut.
“Kami sempat menanyakan laporan pertanggungjawaban. Sebab selama ini BWR telah menerima dana penyertaan modal sebesar Rp 11 miliar namun tidak ada kejelasan. Bahkan masih ada piutang Rp 3 miliar yang masih ditagih dari pihak ke tiga,” bebernya.
Pihaknya mempertanyakan, piutang Rp 3 miliar tersebut mengalir kemana saja. Dengan adanya hal tersebut, menjadi tanda tanya besar bagi pihak legislatif. Pihaknya menekan agar BWR segera memberikan laporan secara detail.
“Terakhir kami panggil tahun 2021. Kemudian tidak ada kabar atau klarifikasi lagi. Oleh karena itu bulan depan akan kami panggil kembali untuk meminta klarifikasi. Baik terkait laporan pertanggung jawaban, piutang Rp 3 miliar hingga badan usaha seperti bengkel hingga toko sembako apakah masih beroperasi,” terangnya.
Saat ini tampuk pimpinan BWR sedang kosong. Setelah direktur terpilih mengundurkan diri tanpa alasan ketika baru saja menahkodai BWR selama 7 bulan. Syaifuddin menerangkan, terkait kepengurusan sebelumnya Direktur BWR dijabat Bagyo Prasasti Prasetyo selama periode 2016-2021.
Selama kepengurusan tersebut yang menjadi pertanyaan adalah piutang sekitar Rp 3 miliar mengalirnya kemana saja tidak diketahui.
Kemudian pihaknya meminta agar dilakukan inventarisir sisa barang atau aset yang ada secara rinci. Selanjutnya dari aset itu mana yang bisa dijual dan dipertahankan untuk menjalankan usaha karena sisa uang di kepengurusan baru tinggal Rp 170 juta.
“Dengan sisa Rp 170 juta untuk digunakan usaha itu berat. Saran kami aset apa yang bisa diputar apa dan yang bisa dijual untuk modal lagi. Sebuah badan usaha itu butuh coaching agar modal bisa jalan. Karena selama ini usaha BWR sangat melenceng dari Perda yang telah dibuat,” terangnya.
Lebih lanjut, dia juga menegaskan, dengan penyertaan modal yang diperoleh BWR dan keuntungan yang didapat sangat tidak sebanding. Karena itu, dia mengeklaim jika BUMD itu tidak sehat.
Menurutnya ada sejumlah kesalahan mendasar dalam tubuh BWR. Diantaranya soal manajerial atau yang mengelola tidak mampu, manajemen kacau dan pemetaan bisnis tidak jelas. Karena itu, perlu adanya pelatihan agar usaha bisa berjalan.
“Kami minta uang pengeluaran selama ini harus dipaparkan. Bagaimana bisa rugi. Masalahnya uang yang disalurkan segitu banyak,” tegasnya. (Ananto Wibowo)