Malang Post – Kepala Departemen IV DPP Partai Demokrat, Amal Alghozali mengatakan, rencana impor beras yang disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi, adalah rencana yang tidak didasarkan pada data yang akurat.
Presiden dinilai terlalu reaktif ketika melakukan inspeksi gudang Bulog dan mendapat laporan bahwa stok beras milik Bulog hanya 600 ribu ton.
Menurut Amal, gudang Bulog kosong bukan berarti produksi gabah petani berkurang.
“Itu disebabkan karena baru sebagian wilayah saja yang panen. Akhir Februari dipastikan akan panen serentak di Jawa. Gudang kosong juga akibat Bulog tidak punya cukup uang untuk belanja gabah petani secara kontan sehingga Bulog kalah dgn pedagang swasta,” tegasnya.
Menurut Amal Alghozali, keputusan impor yang tidak didasarkan pada data yang akurat, akan menghancurkan ekonomi petani. “Bagaimana mungkin keputusan impor diumumkan langsung oleh presiden, hanya karena mendapat laporan sepihak dari Bulog.
Seharusnya keputusan itu dasarnya adalah neraca pangan. Sampai hari ini kita belum membaca neraca pangan yang dikeluarkan Badan Pangan Nasional. Ini bisa berakibat fatal,” kata Amal.
Saat ini sebagian wilayah sentra produksi beras sudah mulai panen. Diperkirakan akhir bulan Februari, akan panen raya di daerah-daerah lumbung pangan di pulau Jawa. “Baru diumumkan rencana impor saja, harga gabah di tingkat petani langsung anjlok.
Bayangkan bagaimana menderitanya petani ketika impor beras itu benar dilaksanakan dan barangnya masuk ke Indonesia pas panen raya,” kata Amal Alghozali.
Kenaikan harga beras dua bulan terakhir ini, menurut Amal Alghozali, penyebab utamanya adalah kenaikan biaya input produksi. Kenaikan harga BBM berakibat pada kenaikan seluruh biaya, termasuk biaya tenaga kerja. Kondisi ini diperburuk oleh keputusan pemerintah mengurangi subsidi pupuk.
“Bahwa pasokan dan harga pangan harus stabil, tentu kita semua juga sepakat. Tetapi stabilisasi pasokan dan harga itu apakah harus mengorbankan petani kita,” katanya dengan nada bertanya.
Untuk diketahui, ada sekitar 23 juta rumah tangga petani yang terlibat dalam produksi pangan, termasuk petani padi. Kegiatan ini melibatkan tenaga kerja yang sangat banyak.
Dari pernyataan presiden tentang rencana impor itu menggambarkan bahwa pemerintah memang kurang berpihak kepada petani.
“Politik pangan kita tidak ramah kepada petani. Itu bisa kita lihat dari alokasi anggaran subsidi pupuk yg dikurangi dan rencana impor menjelang panen raya,” tegasnya.
Pemerintah seharusnya berpikir dan mengambil langkah strategis membenahi kebijakan di hulu produksi pangan. Seharusnya fokus kebijakannya untuk peningkatan produksi, bukan hanya mengambil jalan pintas melalui impor untuk stabilisasi harga. (*/Ra Indrata)