Malang Post – Menjuri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat tahun 2023, tak kalah menyenangkan dibanding tahun sebelumnya. Bertemu dengan Wali Kota Surabaya di awal sampai Wali Kota Medan di akhir, beserta delapan bupati dan walikota lain, sungguh pengalaman mengesankan.
Juri tidak saja punya kesempatan bertatap muka, tetapi juga mendapat contoh dan ilustrasi capaian yang ada pada 10 kota dan kabupaten yang masuk final kali ini. Tak bisa lain kecuali mengapresiasi kinerja bupati/ wali kota yang telah sungguh-sungguh bekerja untuk memajukan daerah masing-masing.
Begitulah kesan wartawan senior Ninok Leksono, Rektor Universitas Multi Media Nusantara, yang menjadi salah seorang anggota Tim Juri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat. Ia bekerja bersama tim juri yang lain: Dosen IKJ dan penari senior Dr. Nungki Kusumastuti, pengamat kebudayaan dan seni rupa Agus Dermawan T, wartawan senior dan Ketua PWI Pusat Atal S. Depari, dan wartawan senior Yusuf Susilo Hartono, yang menggagas dan melaksanakan AK-PWI sejak 2016 sampai sekarang, dalam kapasitasnya sebagai Pengurus PWI Pusat.
“Harapan saya, selain mencerdaskan kota dan meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi, fokus pembangunan tetap pada peningkatan kesejahteraan warga masyarakat.”
“Satu lagi yang tak kalah penting adalah meningkatkan pemetaan wilayah dan mitigasi bencana. Hal ini mengingat pemanasan global semakin menguat dan sering memicu cuaca ekstrem yang banyak menimbulkan bencana khususnya yang bersifat hidrometeorologis.” kata Ninok Leksono yang dikenal luas sebagai pelaku dan pecinta kesenian tradisi Jawa.
Berbeda dengan tahun sebelum-sebelumnya, tema AK-PWI 2023 adalah “Inovasi Pangan, Sandang dan Pangan”. Dengan memilih salah satun — dari pangan, sandang dan papan — tambah Agus Dermawan T, para bupati dan wali kota diberi peluang untuk fokus mengelaborasi program yang direncanakan dan program yang sudah dikerjakan.
“Fokus ini melahirkan rincian penjabaran pada saat presentasi di depan Tim Juri AK-PWI Pusat 2023. Dan semua rinci itu secara umum berhasil disampaikan dengan mempesona. Saya yakin, pesona ini muncul lantaran tema yang terpilih sesuai dengan passion kepala daerah,” ujarnya.
Bagi penulis buku-buku laris ini, yang mengesankan dirinya adalah, daya tarik semua itu diberangkatkan dari landasan konsepsi budaya lokal dan nasional. Sehingga pangan misalnya, dibudidayakan dengan dasar-dasar kearifan setempat, dengan ditandai ragam kemasan yang artistik dan bercitra seni lokal.
Sandang dikembangkan segala aspeknya dengan visi tradisional, meski dengan sentuhan masa kini. Sehingga motif klasik dipertahankan, motif baru sekaligus diasimilasikan. Sementara papan dibangun dengan pendekatan dan semangat tradisi gotong royong yang liat, dan diwujudkan dalam bentuk arsitektur/interior yang tak lari dari gaya papan masyarakat.
“Dengan tema spesifik itu, tampilan bupati/wali kota kali ini terasa ramai dan berwarna-warni. Menyenangkan hati!” tambahnya.
Setelah melewati babak pendaftaran sejak Agustus lalu, babak seleksi admistrasi (proposal dan video), babak presentasi di depan Tim Juri, akhirnya terpilih 10 bupati/wali kota. Yang mengangkat soal pangan : Bupati Malang (Jatim) HM Sanusi, Bupati Serdang Bedagai (Sumut) Darma Wijaya, Bupati Kuningan (Jabar) Acep Purnama, Bupati Indragiri Hilir (Riau) HM Wardan, Bupati Agam (Riau) Andri Warman, Bupati Halmahera Selatan (Maluku Utara) Usman Sidik.
Sedangkan yang mengangkat soal sandang : Bupati Sleman (DIY) Kustini Sri Purnomo, dan Bupati Pesawaran (Lampung) Dendi Ramadhona K. Hanya satu yang mengangkat soal papan: Wali Kota Surabaya (Jatim) Eri Cahyadi.Pada AK-PWI yang ke-5 ini, setelah di HPN Lombok (2016), HPN Banjarmasin (2020), HPN Jakarta (2021) dan HPN Kendari (2022), para wartawan ingin mengapresiasi para bupati/wali kota yang sukses menginovasi mata rantai pangan, sandang dan papan, berbasis kebudayaan (kearifan lokal) dan informasi global.
“Menuju pangan yang berswasembada, sandang yang berkepribadian dan papan yang selaras dengan alam dan lingkungan,” tandas Yusuf Susilo Hartono, yang dikenal juga sebagi pelukis dan penyair.
Atal S. Depari mengaku, sepanjang melakukan penjurian, sering merasa terkejut dengan inovasi para kepala daerah tersebut dalam menjawab tantangan daerahnya masing-masing dengan pendekatan budaya lokal. Salah satu contoh, bagaimana Bupati Pesawaran, mengali dan mengembangkan Sulam Jelujur yang dibawah transmigrasi Jawa Tengah ke Pesawaran 1905, kemudian dikawinkan dengan tapis Lampung, sehingga menjadi Sulam Jelujur yang bisa menembus hingga Amerika Serikat.
Aktris Nungki Kusumastuti, menggaris bawahi usulan Bupati Malang, HM Sanusi, bahwa setelah para bupati/wali kota ini menerima penghargaan trofi Abyakta di depan Presiden, pada puncak HPN 2023 di Medan, 9 Februari mendatang, agar ditindaklanjuti PWI dengan program-program konkret berikutnya. (Ra Indrata)