Malang Post – Sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) pada APBD Tahun Anggaran 2022, diprediksi masih akan lebih dari Rp300 miliar.
Silpa tersebut, disumbang oleh anggaran DBHCHT dan anggaran DPUPRPKP yang belum terserap.
“Kenapa bisa seperti itu? Karena DBHCHT dalam pelaksanaan penyerapannya sangat sulit dan sangat ketat. DPUPRPKP sendiri, cuacanya kurang memungkinkan. Alasan lainnya, ada beberapa progam tidak bisa jalan,” jelas I Made Riandiana Kartika, Ketua DPRD Kota Malang, usai mengetok palu pengesahan Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah (PRD), Senin (26/12/2022).
Made juga mengemukakan, BKAD Kota Malang memberikan tenggat waktu penyerapan anggaran, terakhir 28 Desember 2022 nanti. Bisa diketahui bersama, tinggal hitungan beberapa hari lagi.
“Sehingga Banggar memprediksikan Silpa masih di atas Rp300 miliar. Namun demikian, harapannya Silpa jangan sampai di atas Rp400 miliar. Jika Silpa kian besar, menunjukkan penyusunan perencanaan programnya kurang matang,” tandasnya.
Menurut Ketua DPC PDIP Kota Malang ini, adanya Silpa di setiap tahunnya. Memiliki dua sisi plus minus. Plusnya adalah pada awal tahun, Pemkot sudah bisa melaksanakan penyerapannya.
Dari sisi minusnya, OPD yang memiliki Silpa, menunjukkan kurang bagus dan kurang matang, dalam menyusun perencanaan program kerjanya.
Hal lainnya, khususnya terkait Ranperda PRD, Senin (26/12/2022), disahkan. Agar Bapenda Kota Malang bisa menjalankan tugasnya dengan berbagai terobosan yang dimilikinya.
“Harapan besarnya Bapenda bisa memenuhi target pendapatan asli daerah (PAD). Sebab, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berani mentarget sebesar Rp1,1 triliun,” cetusnya.
Sementara, Wali Kota Malang, Sutiaji menyampaikan, Kota Malang fiskalnya sebenarnya dikatakan sudah bisa mandiri. Karena daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) yang diterima adalah Rp1,18 triliun.
“APBD kita di 2023 adalah sebesar Rp2,87 triliun. Dan pendapatan asli daerah (PAD) kita sebesar Rp1,7 triliun. Kota Malang bisa disebut 60 : 40 kemampuannya (mandiri),” terang Sutiaji.
Pada pengesahan Ranperda PRD ini, sambung dia, harapannya bisa memudahkan Kota Malang, khususnya Bapenda, lebih menggali potensi-potensi pajak dan retribusi lebih optimal lagi.
“Saat ini menjadi perhatian kami adalah pajak reklame dan NJOP. Semisal, antara nilai di SPPT (NJOP) dengan nilai di pasaran berbeda jauh. Sehingga hal ini bisa menimbulkan penyimpangan atau penyalahgunaan. Untuk itu, kami sering berkonsultasi ke Korsupgah KPK RI dan meminta masukan dari DPRD,” pungkasnya. (Iwan – Ra Indrata)